Warning: siapin kantung muntah, karena part ini sarat akan drama. I've warned you...
***
Sesosok wanita muda itu diam. Berteman sepi. Menatap ke horizon lurus di hadapannya. Lebih tepatnya ia bukan memandang horizon, tetapi sebuah objek yang melemaskan saraf-sarafnya. Potret keluarga bahagia yang tersaji di depan matanya. Ibu, Ayah, dan anak. Ya, anak. Sesuatu yang tanpa sadar pernah ia miliki, tetapi segera hilang akibat keteledorannya.
Ia menghela napas berat. Keluarga yang sama dengan yang seminggu lalu ia perhatikan di taman yang sama. Ya, tepatnya di taman di seberang unit apartemennya. Tapi kenapa objek yang sama bisa ia tatap dengan emosi yang berbeda? Seminggu yang lalu ia menatap keluarga kecil itu dengan pandangan kagum penuh pemujaan, dan sekarang... hanya perih yang ia rasakan ketika menatap keluarga kecil itu. Terutama ketika menatap sang anak, seorang gadis kecil yang manis.
Kareen diam. Terpaku pada pemikirannya sendiri. Sampai sebuah sentuhan ringan terasa pada lengan kanannya yang bertumpu pada lengan kursi roda yang ia duduki.
Ia menoleh. Gadis kecil yang tadi menjadi objek pandangnya. Menatapnya dengan senyum penuh di wajah manisnya. Matanya berbinar penuh keriangan, sinar mata khas anak-anak. Mau tak mau, Kareen menyunggingkan senyum lembutnya pada gadis kecil itu. Sudut bibirnya bergetar dan terasa tertarik menyakitkan ketika ia tersenyum. Sudah berapa lama ia tidak tersenyum? Seminggu? Mungkin, ia harus menandai di kalender berapa lama ia tak tersenyum.
"Tante Princess kenapa murung?" tanya gadis kecil itu dengan suara imutnya. Matanya berpendar penuh rasa ingin tahu, menatap lurus ke mata hitam Kareen.
"Tante Princess?" tanya Kareen menahan senyum gelinya.
Gadis kecil itu mengangguk antusias.
"Iya... soalnya Tante cantik banget. Kaya Princess di buku dongeng yang sering Mama bacain buat Rara." Gadis kecil ini sungguh bermulut manis. Bagaimana mungkin Kareen yang seminggu ini tidak memperhatikan penampilannya bisa terlihat secantik Princess negeri dongeng?
Jadi namanya Rara.
Kareen menggerakkan tangannya yang lemah ke puncak kepala gadis itu, mengusapnya pelan.
"Rara kenapa nggak bareng sama Mama Papa?" tanya Kareen sambil celingukan mencari kedua orangtua gadis kecil ini.
"Mama Papa lagi ngobrol berdua di sana," jawab Rara sambil menunjuk ke sudut taman.
Mereka di sana. Sedang bercengkerama berdua di kursi panjang di sudut taman. Mungkin mereka keasyikan ngobrol sampai tidak menyadari kalau gadis kecil mereka sedang berdekatan dengan orang asing. Sungguh orangtua yang ceroboh.
Tapi tidak terlalu ceroboh dibanding kamu yang membunuh anakmu sendiri, Kareen.
Dan pemikiran itu kembali menohoknya, meluruhkan senyum pertamanya dalam seminggu ini. Tangannya berhenti mengusap puncak kepala Rara.
"Tante Princess kenapa murung?" tanya Rara mengulang pertanyaannya.
Kareen tersenyum lembut pada Rara.
Di sisi lain taman, Evan kebingungan mencari istrinya yang menghilang. Jejak roda di tanah basah di taman menuntunnya pada sosok wanita muda dengan kursi rodanya yang tengah berbincang dengan seorang gadis kecil. Mempertimbangkan kalau sang istri terlihat cukup nyaman dengan situasi saat ini, Evan mengurungkan niat untuk menghampirinya. Sayup-sayup, ia mendengar percakapan keduanya dari jarak yang tidak terlalu jauh.
"Tante Princess kenapa murung?" tanya gadis kecil itu pada Kareen.
Kareen tersenyum. Senyum pertama yang dilihat Evan setelah minggu yang menguras emosi ini. Kerinduan mencuat dari dasar hatinya melihat senyuman lembut yang sangat dirindukannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Love Issue
ChickLit*first sequel of 27 to 20* Dua puluh tujuh tahun, cantik, cerdas, berbakat, dan belum mempunyai pasangan? Aneh? Tidak juga, kalau kamu menjadi Kareenina Divira Geovanni, putri sulung kesayangan Azkanio Geovanni. Dengan sang ibu sudah mendesaknya unt...