Twenty

66.5K 3K 69
                                    

KAREEN

“Mama,” panggilku riang ketika kakiku menapaki halaman belakang rumah. Mama yang sedang sibuk berkebun di halaman belakang rumah menoleh bersama Papa yang sedang ada di sebelahnya. Menanam bunga matahari, lagi. Heran, bunga yang satu itu selalu menjadi varietas favorit Mama.

Hey, Little Princess!” panggil Papa gantengku.

“Papa!” aku langsung menghambur memeluk Papa tersayangku yang hanya satu-satunya di dunia itu. Papa nomor satu di dunia. Nomor satu gantengnya. Nomor satu tengilnya. Nomor satu usilnya. Nomor satu nyebelinnya. Dan nomor satu yang tak tergantikan.

“Ngapain kamu ke sini?” tembak Mama langsung.

Lah, Mama nggak kangen apa yah sama putrinya yang unyu-unyu ini? Ibu dimana-mana tuh seharusnya seneng kalau anaknya pulang, nah ini, si Mama malah ditanyain dengan nada sinis begitu. Huff...

“Ih, aku kangen kalian tau. Emangnya kalian nggak kangen sama Little Princess yang satu ini apa?” gerutuku sambil mencebikkan bibir dalam.

Mama terkekeh pelan dan meletakkan hand spade-nya di tanah.

“Kamu tuh bukan Little Princess lagi, Kareen. Kamu harus sadar hal itu sekarang. Mama tuh udah susah-susah ngusir kamu biar nikah, eh... malah balik lagi,” candanya.

“Huff... Mama kejam! Anaknya balik bukannya dikasih hujanan kata-kata pujian dan kerinduan, eh... ini malah ditanyain kenapa balik lagi.” Mama dan Papa berpadu dalam tawa renyah mereka.

Gurat halus bukti usia mereka tampak menonjol memenuhi beberapa sisi wajah mereka. Tapi mereka tidak terlihat tua dan jelek, malah sebaliknya, terlihat awet muda dan bahagia. Hatiku menghangat mendapati tawa renyah kedua orangtuaku itu.

“Evan mana?” tanya Papa.

Aku melirik ke belakang, ke arah Evan yang tengah sibuk membawa barang-barang bawaanku sambil menyeret sebuah koper berukuran sedang berwarna hitam.

“Kalian mau tamasya?” tanya Mama sambil membelalakkan mata.

Aku menggeleng mantap.

“Nggak, aku mau menginap di sini bareng Evan. Boleh yah Ma? Ya? Ya? Ya?” tak lupa aku memasang sebuah senyum andalan dan mata sayu yang dibuat berkilau-kilau. Puppy eyes andalanku.

“Nggak, kalau kalian nginap di sini nanti cucu Mama nggak jadi-jadi. Tinggal di rumah sendiri sana. Mama nggak mau mendengar suara ‘kucing-anjing’ di tengah malam,” usir Mama.

“Mama emang paling mengerti aku! Ayo, Reen, kita pulang buat melanjutkan produksi,” seru Evan tiba-tiba yang langsung kuhadiahi sikutan tajam di perutnya.

Ih, Evan apa-apaan sih, bikin malu aja! Nggak tau kenapa aku bawaannya gondok terus sama Evan hari ini. Evan tiba-tiba jadi ngeselin banget! Yah, walau masih imut-imut sih... maklum, masih berondong kinyis-kinyis. Eh, apa-apaan tadi pikiranku? Kenapa aku jadi mesum kaya tante girang, sih? Eh, tapi aku kan mesumnya sama suami sendiri, nggak papa dong. No sirik, please.

“Jadinya Kareen boleh nginap di sini nggak, Ma?” tanyaku menagih jawaban.

“Ini kan rumahmu juga, Princess,” jawab Papa. “Kenapa harus minta ijin segala?”

“Jadi boleh nih, Pa?” tanyaku dengan mata berbinar-binar.

Papa mengangguk mantap dan aku langsung menghambur memeluk Papa erat. Ah, Papa-ku tersayang...

“Kumat lagi deh, manjanya. Kalau begini gimana bisa jadi seorang ibu? Jangan peluk-peluk Papa, Papa itu bagiannya Mama. Kamu peluk Evan aja,” usir Mama dengan sorot usil.

Princess Love IssueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang