KAREEN
Aku adalah jenis orang yang cuek. Dan hal yang dapat membuat aku memperhatikan sesuatu mungkin hanya terdiri dari dua alasan.
Satu, hal itu benar-benar aku sukai dan harapkan, sehingga aku akan menaruh perhatian lebih padanya.
Dan yang kedua, hal yang benar-benar tidak kusukai dan tidak kuduga kemunculannya.
Sama seperti sekarang.
Kemunculan Evan yang tiba-tiba dan tanpa kuduga.
Dengan cengiran khasnya, Evan sudah duduk manis di sofa ruang tamuku. Lengkap dengan setelan formal tiga potongnya yang berwarna perpaduan silver dan hitam. Memeluk tubuh atletisnya dengan sangat sempurna, seperti model catwalk di Paris atau Milan Fashion Week.
Pasangan sempurna untuk kostumku malam ini, mini black sequin dress dengan lengan panjang.
Tapi, that’s not the matter. The matter is...
Buat apa dia duduk di ruang tamuku di saat aku justru ingin menghindar darinya!?
Dan untuk menambah volume kekesalanku, jantungku dengan kurang ajar berdetak dengan cepat ketika Evan melirik ke arahku dengan senyum hangatnya yang mengingatkanku pada segelas coklat hangat di hari hujan. Manis dan sangat lembut, penuh pemujaan.
Tanpa bisa dicegah, mataku malah terfokus pada lengkungan senyumnya. Pada lekuk bibir tipisnya untuk lebih jelasnya.
Bibir yang telah membuatku uring-uringan dan tak berhenti memikirkannya beberapa jam ini. Bibir yang semalam mencuri ciuman pertamaku.
Bibir yang...
Ughh...
Rasa panas menjalari pipiku. Wajahku pasti sudah merona dengan sangat norak sekarang. Salahkan reaksi alami tubuhku yang berlebihan.
“Cantik,” ucapnya tiba-tiba. Membangunkanku dari lamunan bodohku.
“Apa?” tanyaku bodoh.
Seringai geli tercetak di bibir tipis itu.
“Bajumu sangat cantik,” ujarnya geli.
“Oh? Oh...” ucapku menyadari kebodohanku.
Aku menunduk kecil sambil merutuki diriku sendiri. Astaga, betapa memalukannya sikapku tadi.
Kekehan kecil lolos dari bibir Evan.
“Tapi sebuah baju tetap tidak akan tampak bagus jika tidak dipakai dengan baik oleh gadis yang cantik. Baju itu bersinar ketika dikenakan olehmu.” Cermin, mana cermin? Aku butuh cermin sekarang. Pasti pipiku sudah merona, mengalahkan rona blush on-ku sekarang.
“Th—Thanks,” ucapku gugup.
“By the way, bu—buat apa kamu ke sini?” sambungku menanyakan pertanyaan awalku.
“Apa Tante Maureen tidak mengatakannya?” aku menggeleng pelan. Mengatakan apa?
“Tante Maureen nyuruh aku buat ngantar-jemput kamu di Celebration Night perusahaan kalian. Katanya, Bentley kamu semalam rusak gara-gara ditabrakkan oleh Az ke pintu pagar,” jelasnya.
Otakku bergerak lambat mencerna ucapan Evan satu per satu.
Bentley... rusak... ditabrakkan Az... ke pintu pagar...
Bentley...
Arghh!! Bentley-ku...
“White horse-ku!” pekikku histeris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Love Issue
أدب نسائي*first sequel of 27 to 20* Dua puluh tujuh tahun, cantik, cerdas, berbakat, dan belum mempunyai pasangan? Aneh? Tidak juga, kalau kamu menjadi Kareenina Divira Geovanni, putri sulung kesayangan Azkanio Geovanni. Dengan sang ibu sudah mendesaknya unt...