EVAN
Kalau ada yang bertanya padaku, momen apa yang paling mendebarkan dalam hidupku, maka aku akan menjawab dengan mantap, saat aku tengah duduk berhadapan dengan kedua orang tua Kareen, Om Azka dan Tante Maureen, untuk melamar putri sulungnya, Kareen. Aku yakin kalau Tante Maureen nggak keberatan sama sekali dalam hal ini, tapi tantangan utamanya saat ini adalah Om Azka yang memandangku dengan tatapan tidak suka yang berusaha menciutkan nyaliku. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Om Azka biasanya yang selalu bertingkah konyol dan mesra dengan Tante Maureen. Terlihat sekali kalau Om Azka tidak pandang bulu ataupun main-main dalam menyeleksi calon suami untuk putrinya. Bahkan padaku yang notabene putra kedua sahabat keluarga mereka, Om Azka sama sekali tidak mengendurkan pertahanannya.
Bahkan ketika aku diwisuda di Harvard dan Yale saja aku tidak setegang ini!
“Jadi... kamu mau melamar Kareen, huh?” suara bass yang dalam itu terdengar, memenuhi indra pendengaranku.
Tak bisa dipungkiri, aku sangat gugup sekarang.
“Ya, Om,” jawabku berusaha terdengar mantap. Aku tidak mau kalau Om Azka menilaiku tidak serius mau menikahi Kareen karena kesan yang buruk saat aku mengutarakan maksudku.
Tante Maureen tersenyum bahagia ke arahku. Di sebelahnya, Kareen duduk dengan gelisah sambil terus memilin jarinya, tampak seperti terdakwa yang menunggu vonis hakim.
Tunggu aku, princess. Aku akan segera memilikimu, secara utuh. Segera.
Om Azka berdehem sesaat, mengacaukan jalan pikirku akan sosok cantik di hadapanku yang tengah menunduk mengheningkan cipta.
“Evan,” panggilnya. Aku segera menatap penuh perhatian pada sosok penuh wibawa di depanku. Papa, Mama, Tante Maureen, termasuk gadis cantik pujaan hatiku turut gelisah menanti kelanjutan ucapan Om Azka.
Keringat dingin membasahi pelipisku. Aku melantunkan setiap doa yang dapat kupikirkan dalam hati, termasuk doa makan. God! Apa yang singgah di otakku? Kurasa otakku sedikit korslet karena pengaruh pancaran radiasi yang dikuarkan Om Azka.
“Kamu tau kan, kalau Kareen itu anak kesayangan Om?” lanjutnya bertanya. Aku mengangguk sebagai jawaban.
Siapapun akan tau hal itu jika mengenal keluarga ini. Dari Kareen dilahirkan saja, Om Azka sudah protektif bukan main pada putri sulungnya, apa lagi ketika gadis kecilnya tumbuh menjadi wanita mempesona seperti sekarang? Jangan tanya lagi. Keprotektifannya bahkan mengalahkan Paspampres yang mengawal Presiden.
“Om nggak pernah main-main dalam menyeleksi calon-calon Kareen. Dan sejauh ini belum ada satupun yang lolos dari seleksi Om. Kamu tau kenapa?”
“Karena Om berusaha mencari pria terbaik yang dapat mendampingi putri Om?” kalimatku lebih bernada pertanyaan ketimbang pernyataan.
Om Azka menyeringai, terlihat sangat menyeramkan untukku. Sungguh, aku merasa seperti Little Red Riding Hood yang tengah diincar serigala jahat sekarang. Upss... bukankah yang lebih pantas menjadi Little Red Riding Hood itu Kareen? Dan mungkin aku bisa jadi Om serigala tampan yang tergila-gila padanya. Haish... salahkan kata-kata yang menggelikan ini pada penulis narasiku.
“Salah satu alasannya itu,” jawabnya.
Aku membulatkan mataku. Salah satu? Berarti ada alasan yang lain?
“Alasan utamanya adalah karena Om sudah memilihkan calon yang paling tepat jauh sebelumnya. Lalu, apa kamu siap bersaing dengan calon Om untuk menikahi putri sulung Om, Kareen?” tanyanya.
Kalimat itu menulikan gendang telingaku dan menyerang saraf-sarafku dengan ganas, bagai sebuah penyakit mematikan yang akan segera menginvasi seluruh tubuhmu begitu kamu terserang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Love Issue
ChickLit*first sequel of 27 to 20* Dua puluh tujuh tahun, cantik, cerdas, berbakat, dan belum mempunyai pasangan? Aneh? Tidak juga, kalau kamu menjadi Kareenina Divira Geovanni, putri sulung kesayangan Azkanio Geovanni. Dengan sang ibu sudah mendesaknya unt...