KAREEN
Aku melilitkan untaian hiasan Natal ke pohon Natal yang sedang kuhias. Ritual Natal tahunan, menghias pohon Natal. Hal yang paling kusukai dari kecil.
Aku menatap ke arah gadis kecil di sebelahku yang telah menemaniku selama lima tahun ini. Rambutnya ikal kecokelatan, mata hitamnya yang bundar sungguh menggemaskan. Tampak seperti butir chocochips dalam lautan susu yang bening. Membuatku ingin menggigitnya. Upss... tenang, aku belum masuk dalam golongan canibal ya. Hanya saja dia sangat menggemaskan!
"Ya, itu bagus, sayang. Gantungkan di situ. Tidak. Di dahan yang satunya lagi. Ya, begitu. Nanti, kita akan menggantungkan hiasan mistletoe di penjuru rumah. Kamu mau membantu Mommy, kan?"
Dia mengangguk mantap.
"Mommy, apa Santa Claus akan memberikan Pansy hadiah?" tanya gadis kecil di hadapanku riang. Ya, namanya Pansy. Seperti nama bunga mungil yang indah.
"Tentu, Pansy," jawabku sambil mengelus puncak kepala gadis kecilku. Aku sangat menyayangi gadis ini.
"Pansy!" panggil suara perempuan yang kukenal. Azareen.
Pansy melirik girang pada Azareen dan menghambur memeluknya erat.
"Mama," panggilnya pada Azareen.
Ia mendekap pinggang Azareen erat, menyembunyikan diri di balik lekukan pinggul Azareen yang berbalut maxi skirt berwarna abu. Ya, Azareen tidak merasa pantang lagi mengenakan rok sekarang. Setelah ia menikah dan mempunyai anak, perlahan ia mulai kembali pada kodratnya. Err... bukannya aku mengatai Az yah, hanya saja, you know... she used to be a harsh tomboy girl, a tough lady. Jadi, kalau dia mau mengenakan rok dan bersikap lebih keibuan sekarang, itu adalah sebuah kemajuan pesat!
Mungkin pemerintah harus menganugerahinya penghargaan Kalpataru untuk pengabdiannya melestarikan lingkungan hidup. Maksudku, dalam penyeimbangan ekosistem dan menekan garis populasi yang tidak seimbang. Bahasaku sulit dimengerti? Abaikan saja kalau begitu.
"Ih, kalau ada Mama aja, Mommy-nya ditinggal," ujarku pura-pura sedih.
Pansy mendekat ke arahku dan menepuk punggungku pelan, gerakan penuh rasa simpati.
"Terimalah nasibmu, Mommy," balasnya enteng disambut cekikikan Azareen, si ibu tidak teladan.
Sial! Ini anak nggak jauh-jauh dari sifat ibunya deh. Sama-sama nyebelinnya! Emang garis keturunan tuh nggak bisa menipu yah... Eh, tunggu dulu, kami kan berasal dari garis keturunan yang sama. Lalu, dari mana sifat nyebelin itu berasal? Ah, tanpa perlu kalian jawab, aku sudah tau... dari kedua orangtuaku, si duet nyebelin, tentu saja.
"Iih, emak sama anak kok sama aja. Sama-sama nyebelin!" gerutuku sebal.
Azareen dan Pansy ber-high five ria.
"Makanya, punya anak cewek gih, biar bisa diajak kompakan kaya aku sama Pansy," ujar Azareen sombong.
Aku memberenggut dan menunduk sedih. Andai aja punya anak semudah yang dikatakan Azareen, sekarang pasti aku sudah dikelilingi banyak anak perempuan yang manis seperti impianku saat kecil; punya anak perempuan manis yang bisa kudandani sesuka hati.
"Upss..." tampaknya Az menyadari perubahan emosi dari raut wajahku. "Err... sorry, Sis... I don't mean it," sambungnya canggung.
Aku memaksakan sebuah senyuman.
"Just forget about it, 'kay?" aku mengerling pada Az sambil mengelus pelan puncak kepala keponakanku yang unyu munyu mirip Auntie-nya ini. Hey, nggak boleh protes yah...
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Love Issue
ChickLit*first sequel of 27 to 20* Dua puluh tujuh tahun, cantik, cerdas, berbakat, dan belum mempunyai pasangan? Aneh? Tidak juga, kalau kamu menjadi Kareenina Divira Geovanni, putri sulung kesayangan Azkanio Geovanni. Dengan sang ibu sudah mendesaknya unt...