He, who made my world just spinning on him.
-Belva Aurelia-"Belva!"
Entah hanya perasaan Belva atau nyata, dia mendengar seseorang memanggil namanya. Suara itu, dia pernah mendengarnya sebelumnya. Pandangannya yang mengabur tidak bisa melihat jelas siapa orang yang sedang berada di hadapannya.
"Siapa lo?" tanya Stella.
"Gue pacarnya."
Stella masih lima puluh persen sadar dari pengaruh alkohol dan Stella tahu betul jika Belva sekarang tidak memiliki kekasih. "Perasaan Belva nggak punya pacar."
"Dia pacar gue."
Stella sempat berpikir jika orang ini yang dia suruh menjemput Belva melalui pesan chat, tapi bukankah Stella baru saja mengirimnya? Dan mengapa jika dia orangnya bisa datang secepat ini? Apakah dia memang sudah berada disini sejak tadi?
"Lo mau bohongin gue ya?"
"Minggir! Gue yang anter dia pulang."
"Belva, ayo pulang."
Belva hanya menurut saja. Dia sudah pasrah saja dengan apa yang terjadi sekarang. Kepalanya sangat pusing sekarang. Dunianya seakan ikut berputar.
Sean langsung memapah Belva keluar dari club. Belva tidak menolak sedikitpun karena kepalanya sangat pusing hingga dia tidak bisa berjalan tanpa bantuan orang lain.
Saat sudah berada di depan mobilnya, Sean menghentikan langkahnya. Sean mengambil salah satu tangan Belva kemudian ditaruhlah di bahunya. Sean kemudian lebih mendekat ke Belva menepis jarak diantara mereka.
Perlahan Sean membelai lengan Belva yang tidak tersampir di bahunya. Sean menatap Belva yang menutup matanya. Dia melihat jika Belva sama sekali tidak menolak ketika dia melakukan itu. Sean tidak ingin melewatkan kesempatan ini.
"Lo itu emang milik gue, Bel!" Bisik Sean.
Sean meraih tengkuk Belva, memaksakan Belva untuk mendongak. Sean sudah tidak bisa menahan keinginannya lagi. Belva yang tiba-tiba membuka matanya saat wajah Sean sudah berada dekat di depannya langsung mendorong Sean.
Belva mendorong Sean sekuat tenaganya. Karena dia sedang mabuk, jadi dia tidak bisa berdiri tegak. Badannya oleng saat pegangan pada bahu Sean terlepas.
Sean kembali menarik Belva. Belva hanya meronta agar dia bisa terlepas dari Sean. "Lepasin!"
"Lepasin gue!"
Belva sudah sadar betul jika orang yang memaksanya adalah Sean, mantan pacarnya yang bisa sewaktu-waktu berubah menjadi monster menyeramkan bagi Belva. Seperti sekarang misalnya. Dengan sekuat tenaganya, Belva berusaha melepaskan tangan Sean darinya.
Di saat itu juga, Vano datang dan melihat hal itu. Tanpa pikir panjang dia langsung menghajar Sean. Vano memukul Sean tanpa jeda. Dia tidak memberikan ruang bagi Sean untuk membalas pukulannya sedikitpun.
Setelah dirasa jika Sean sudah tidak lagi ingin melawan, Vano mencengkeram kerah Sean dengan kuat. Dia mendekatkan wajah Sean yang sudah babak belur.
"Jangan sekali-kali lo sentuh dia, apalagi lo ganggu hidup dia. Gue nggak akan segan-segan matahin leher lo, kalo lo masih ganggu dia setelah ini." Bisik Vano.
Vano kemudian melepaskan cengkeraman-nya terhadap Sean. Menghampiri Belva yang sedang terduduk lemas di tanah. Vano kemudian membantu Belva berdiri namun Belva menepisnya.
"Ayo pulang!"
"Enggak!"
Belva mengesampingkan rasa pusing di kepalanya yang semakin lama semakin membuatnya serasa ingin pingsan. Keinginannya untuk meluapkan seluruh perasaan lebih besar dari segalanya. Dan yang dia butuhkan sekarang adalah mengeluarkan semua hal yang telah dia tutupi selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indisposed ✓
Ficção Adolescente[COMPLETED] ⚠️Harsh words, violence or threat of violence. Beberapa bagian mungkin tidak sesuai untuk anak di bawah 13 tahun⚠️ Disaat takdir terlalu kuat untuk dilawan. Dan dunia terlalu jahat untuk tetap membuatnya bertahan. Disaat itulah Tuhan me...