Adisty menatap Rangga yang tengah terbaring di atas ranjang putih dengan selang infus ditangan kirinya. Mata lelaki itu masih tertutup rapat dengan nafas yang teratur tak lupa dengan wajahnya yang pucat.
Kata dokter dia demam tinggi, tapi hal itu masih membuatnya aneh hingga pintu kamar inap itu terbuka dan terlihatlah Om Dika yang telah kembali setelah mengurus semua administrasi.
"Dia akan baik-baik saja setelah ini. Kau jangan khawatir." ucap Om Dika setelah berada di sebelah Adisty yang tengah duduk menunggui Rangga.
"Kata dokter dia hanya demam tinggi, tapi kenapa itu tiba-tiba? Biasanya kan ada gejalanya sebelum demam Om." Adisty merasa heran.
Dika pun duduk di kursi sebelah Adisty, tangannya terulur menekan sela-sela ibu jari dan telunjuk milik Rangga, Adisty memperhatikan hal itu.
"Om ngapain?"
Dika menarik tangannya kembali kemudian menghela nafas sebelum membalas Adisty, "Dia memiliki pantangan Adis. Tak seharusnya dia memakan apa yang menjadi pantangannya."
Adisty mengernyit tak mengerti, "Maksudnya gimana Om? Aku nggak paham."
"Dia di masa lalu adalah orang dengan ilmu tinggi, tetapi setinggi-tingginya ilmu yang dimiliki pastilah memiliki kelemahan. Dan kelemahan itu menjadi pantangan. Dia tidak bisa makan dan minum dengan suhu rendah, seperti makanan dingin ataupun minuman dingin. Beruntung saat itu belum ada makanan dan minuman seperti zaman sekarang, jadi orang tidak ada yang tahu cara menjatuhkan Raden." jelas Dika yang perlahan Adisty paham.
Dulu waktu pertama kali Rangga memakan es krim badannya juga panas saat itu, mungkin kedepannya dia akan melarang Rangga untuk tidak makan es krim lagi.
"Tapi bukannya dia sudah bukan pangeran, Om. Kenapa Om masih manggil dia Raden?"
"Bagiku dia pangeran atau bukan, dia akan selalu tetap menjadi Raden kebanggaanku." balas Dika dengan mantap, "Kau pasti belum makan, pergilah cari makan, biar aku yang akan menjaganya." suruh Dika kepada Rangga, karena tadi sewaktu dia ke rumah Adisty untuk membawa Rangga dia melihat di meja makan terdapat makanan yang masih belum tersentuh sama sekali.
"Hehehe iya Om, aku emang lagi laper. Kalo begitu titip Rangga yaa..." Adisty berdiri dan keluar dari ruang rawat inap Rangga.
Setelah kepergian Adisty, Dika tersenyum sambil menatap Rangga, "Lihatlah Raden, pesonamu sedari dulu tak pernah pudar. Adisty menyukaimu."
- oOo -
Adisty tersenyum puas tatkala melihat di seberang jalan tepatnya di depan rumah sakit umum ini terdapat warung tenda yang berjejer banyak. Adisty mengelus perutnya pelan, dia bingung akan memilih makan dimana.
Dengan merapatkan kardigan hitam yang dia kenakan, dia mulai melangkahkan kakinya hendak menyebrang jalan. Kebetulan jalan yang dia akan sebrangi sangat luas, dari kejauhan ada mobil hitam yang tengah melaju. Segera saja Adisty menyebrang karena melihat mobilnya masih jauh.
Tapi seperti waktu yang diperlambat saat dia menyebrang, tiba-tiba saja mobil yang berada di kejauhan kini sudah dekat dengannya bersiap menghantam tubuhnya. Tubuh Adisty seketika terasa kaku, dia hanya bisa mematung dan menutup kedua telinganya.
Suara teriakan dari para penjual makanan dan para pembeli serta dari pengendara lain begitu menggema malam itu menambah kesan tegang yang begitu kentara.
"Dek, dek. Kamu nggak papa dek, ayo ke warung bapak dulu, minum dulu." Seketika tubuh Adisty dibawa oleh Bapak-bapak dan membawanya duduk di salah satu kursi kayu panjang. Orang-orang begitu banyak yang mengerumuni Adisty.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUERENCIA
Teen FictionMasih ingat dengan cerita Keong Emas dan Pangeran Kodok yang dicium cinta sejatinya akan menjadi manusia kembali? Tapi ini bukanlah kisah keduanya. Ini adalah kisah Adisty yang tak sengaja mencium patung kayu kecil dan kini berubah menjadi manusia...