Enam belas✍

3.8K 354 7
                                    

Pulang sekolah Adisty menuju rumah Jo seperti yang telah dijanjikan kemarin. Tapi kali ini ada yang berbeda, Adisty kini duduk di jok motor belakang sedangkan Rangga yang duduk di depan mengendarai motor. Takjub? Jelas saja Adisty takjub, setahunya Rangga ini tidak pernah belajar motor, tapi kok bisa dia mengemudikannya?

"Awas aja ntar kalo lo nabrak, gue suruh lo ganti motor gue jadi baru." Di belakang Adisty mengancam Rangga.

"Tenang saja, aku lihai mengendarai ini. Dulu aku pernah menang lomba pacu kuda dengan anak dari kerajaan Banten. Jadi kau jangan khawatir." balas Rangga.

Ini motor WOI! Bukan kuda anjir!

Tentu saja Adisty tak mengatakan itu, dia hanya sedikit menghargai Rangga. Adisty juga sempat terkejut kala melihat Rangga memperlihatkan KTP juga SIM kepadanya tadi sewaktu di kantin sekolah. Rangga kan sering ikut ke sekolah dan membantu berjualan di stand-stand kantin.

Adisty teringat dengan Dika, mungkin dia dapat itu semua dari Dika. Paling sebentar lagi dia akan di ajari naik motor racing atau mobil lamborghini  oleh Dika.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit akhirnya mereka sampai di depan gerbang rumah gedongan berwarna putih gading. Seorang satpam mendatanginya.

"Ada yang bisa di bantu dek?" tanya satpam rumah itu sembari melihat Adisty yang masih mengenakan seragam SMA dan juga menatap Rangga yang masih menyisir rambutnya akibat tertutup helm.

"Itu Pak, apa bener ini rumah Jonathan Ali?"

"Iya betul, ada perlu apa dek kalau boleh tau?" tanya satpam itu lagi.

"Saya ada janji temu Pak sama orang rumah ini, terus dikasi sama Jo alamat rumah ini. Boleh saya masuk?" Adisty menunjukkan chat nya dengan Jo agar satpam ini percaya, kemudian setelah itu Adisty dan Rangga di ijinkan masuk.

Luasnya halaman rumah dengan air pancur di tengah menyambut mata Adisty dan Rangga.

"Rumah saudagar kaya, luar biasa." Adisty melirik Rangga yang tengah bergumam berjalan di sampingnya. Motornya tadi sudah dititipkan di dekat pos satpam.

Tepat saat Adisty menginjakkan kakinya di depan pintu utama, Jo keluar dengan setelan santai nya. Dia tersenyum sumringah kala melihat Adisty benar-benar datang memenuhi janjinya. Namun saat melihat Rangga, senyum Jo hilang. Dia terheran melihat Rangga.

"Akhirnya lo dateng juga, gue kira lo nggak bakal dateng Dis. Ayo masuk!" Jo mempersilahkan Adisty untuk masuk ke dalam rumahnya. Namun dia mencegah Rangga yang hendak ikut masuk.

"Lo siapa?" Bukan apa-apa, hanya saja Jo takut Rangga ini orang jahat yang berencana menyakiti Adisty.

"Aku tak seperti apa yang kau pikirkan. Jadi berkawanlah denganku." Rangga tersenyum sambil menaikkan kedua alisnya. Jo bergidik aneh di buatnya. Bahasa yang digunakan cowok di depannya ini juga bukan bahasa gaul orang kebanyakan.

"Yaudah lo boleh masuk." putus Jo mengijinkan. Setelah itu mereka masuk ke dalam, Rangga duduk di sofa sebelah Adisty sedangkan Jo memanggil mamanya.

Tak lama seorang wanita cantik turun dari tangga sedikit cepat sambil tersenyum kala melihat Adisty. Ketika tiba di bawah, wanita itu langsung cipika-cipiki dengan Adisty.

Salaman macam apa itu? Aku baru melihatnya sekarang. Biasanya rakyat jelata dan Rahayu tak seperti itu apabila bertemu. Batin Rangga sambil menaikkan sebelah alisnya. Saat dia menoleh ke samping dia mendapati Jo tengah menatapnya aneh. Dan Rangga mengedipkan matanya ke arah Jo yang membuat cowok itu terbelalak lalu mengumpat tertahan.

Bangke najis! Gue bukan homo!

Ya seperti itu yang ditangkap oleh Rangga dari gelagat Jo.

QUERENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang