Tujuh belas✍

3.3K 316 12
                                    

"Jadi lo sekarang tinggal sama oma opa dari ibu lo? Busyeetttt udeh kayak sinetron aja ya idup lo," Rahayu geleng-geleng kepala sambil menyeruput es cendol di bangku kantin.

"Ya ampun yang, kamu baru tau kalo idupnya Adisty Kamalini Amberley ini emang kayak sinetron ajab?" Bayu tergelak lalu bertos ria dengan Rahayu.

Adisty benar-benar gonduk sekali dengan pasangan kupret ini, "Buangke emang kalian! Sinetron ajab your COCOT ! Biasanya orang yang kaya lo bedua itu ntar dapet karmanya paling buruk."

"SEMBARANGAN LO!" seru keduanya sedangkan Adisty hanya mengendikkan bahunya acuh sambil memakan nasi goreng.

Adisty harus selalu menyetok sabarnya apabila dihadapkan dengan kedua orang kupret ini yang sialnya adalah sahabatnya. Merekalah yang selalu di sampingnya kala tidak ada orang yang menemaninya, bahkan keluarganya.

"Heh lo ngapain mewek gitu? Duit lo abis?" Adisty tergelak dan langsung menghapus air mata yang berada di sudut matanya kala Rahayu menegurnya.

"Gue nggak nyangka aja gitu Bay, Yu. Kalian yang selalu ada di samping gue, hampir tiga tahun lamanya. Gue nggak nyesel kenal kalian huaaa meskipun gue kadang pen dorong kalian ke kali Ciliwung kalo lagi tengil." Adisty merangkul kedua orang tua karena memang dia duduk di tengah Rahayu dan Bayu.

"Adoh! Dis leher gue anjay! Jangan lebay elah, sans. Lo nggak malu apa diliat banyak orang? Haduh pamor gue sebagai ketua futsal ilang dong kalo kayak gini." Adisty tak peduli dengan gerutuan Bayu.

"Dahlah lo jadi orang ketiga, lo juga bikin leher gue tengengan abis ini." Rahayu ikut menggerutu.

"Bodoamat, salah sendiri gue belum punya pacar." Adisty tertawa kemudian melepaskan tangannya yang merangkul kedua sahabatnya itu.

Rahayu hanya menatap sinis Adisty sedangkan Bayu memasang wajah jelek untuk mengejek Adisty. Benar-benar pasangan kupret dan aneh kan? Meskipun demikian, Adisty selalu berdoa agar mereka berdua ini memang berjodoh. Karena kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan Adisty juga. Bukankah tujuan persahabatan adalah seperti itu? Selalu ada, susah senang, saling mendoakan.

- oOo -

Di salah satu gedung tinggi tepatnya di lantai tiga puluh, seorang lelaki berperawakan tegap tengah duduk berhadapan dengan lelaki tua namun masih terlihat segar.

"Papa bangga kepadamu, Rusdi. Tak sia-sia papa memberikan perusahaan ini untuk kamu kelola dan sekarang sangat berkembang pesat." Ucap lelaki tua itu bangga.

"Jelas sekali pa, Rusdi akan selalu menjadi kebanggaan nama Soewardi daripada Mas Lay yang memilih wanita berbeda kelas dengan kita itu." Rusdi tersenyum bangga.

Senyum Soewardi menghilang kala Rusdi menyebut anak lelaki yang dulu pernah dia banggakan.

"Meskipun papa kecewa dengannya, tetap saja dia adalah Mas mu, Rusdi. Sekarang bagaimana kabarnya? Benar-benar tidak di untung anak itu, dia sama sekali tidak mau menjenguk orang tuanya ini." Soewardi berkilat emosi mengingat itu.

"Sudah ku beri warisan tapi dia benar-benar tak menunjukkan baktinya sebagai anak. Menyesal aku mempunyai anak sepertinya."

Rusdi tersenyum tipis melihat tatapan kebencian dari mata sang ayah. "Justru itu kesalahan papa, kenapa papa memberinya harta warisan kepadanya? Dan apa sekarang? Dia hilang bagai ditelan bumi keberadaannya."

"Kamu benar Rusdi, papa benar-benar kecewa dengannya." Soewardi meminum kopi hitamnya setelahnya.

Anak lo udah mati tua bangka, dasar bodoh!

QUERENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang