A good marriage is the union of two forgivers. – Ruth Bell Graham
|
|
"Selamat pagi, Jiyeon!"
Jiyeon menoleh dan mendapatkan Seungho sedang berjalan mendekat. Jiyeon menelan ludah. Seungho terlihat begitu ... tampan. Jiyeon sudah menikah dan, dia bersumpah, perasaannya terhadap Seungho sudah terkubur jauh di bawah tanah. Namun, Jiyeon tidak memungkiri kalau pesona yang dipancarkan oleh Seungho masih begitu kuat. Siapa pun perempuan yang melihat Seungho pasti akan membeku beberapa detik, tak peduli tua atau muda, masih single atau sudah menikah, pokoknya semuanya.
Lihat saja. Siapa yang tidak mau menatap Seungho? Dia tampan, berpenampilan menarik, ramah, dan ... wangi.
"He, kenapa bengong?"
Jiyeon gelagapan mendengar Seungho menegurnya. Jiyeon hanya bisa nyengir.
Mata Seungho menyipit jenaka. "Terlalu berlebihan?" tanyanya sembari mengangkat tangannya.
Jiyeon menangkap maksud pertanyaan Seungho. Sepertinya, Seungho sudah bisa menebak mengapa dia mendapati Jiyeon bengong sambil memandanginya.
Pertanyaan Seungho tersebut membuat Jiyeon tersipu. "Tidak. Tidak sama sekali. Terlihat bagus."
Seungho pun tertawa. Dengan langkah ringan dia pun masuk ke ruangannya dan menyuruh Jiyeon turut serta. "Masuk sini, Jiyeon."
Jiyeon pun menyusul Seungho ke dalam ruangannya yang sangat nyaman. Seungho menata ruangan itu dengan baik. Ada sofa yang karena terlalu nyamannya bisa membuat orang tertidur hanya dengan duduk di sana, kulkas kecil, sampai televisi LED berukuran 42 inci yang bertengger di dinding.
Catatan untuk Jiyeon, sebagai seorang owner atau business director dari advertising agency Crazymove ini, Seungho sangat rajin dan selalu hadir di kantor tepat waktu dan tak pernah absen satu kali pun. Anak buahnya sampai kalah rajin. Namun, menurut Jiyeon itu bagus karena Seungho memberi contoh yang baik kepada para karyawannya.
Setelah satu minggu bekerja dengan Seungho, Jiyeon sudah mulai hafal kebiasaan Bosnya. Pada pagi hari Seungho akan mulai minum kopi, yang dia ambil sendiri di pantry, bermain dengan iPad-nya, lalu menyalakan televisi dan menonton acak setiap stasiun televisi untuk melihat iklan yang ditayangkan. Setelah puas, dia baru benar-benar mulai bekerja.
"Jiyeon, hari ini kita akan keluar seharian."
Jiyeon melongo. Tangannya yang sedang memegang bolpoin membeku begitu saja. "Kita? Maksudnya kamu?"
Seungho meneguk kopinya hingga habis. Lalu, dia mengelap mulutnya dengan tisu. "Bukan, maksudku, kita. Kita berdua. Aku mau kamu temani aku meeting di luar."
KAMU SEDANG MEMBACA
For Better or Worse
RomanceSemua terencana begitu menyenangkan, berjalan begitu indah, dan terjadi begitu sempurna. Namun, saat itu semua tidak lagi berjalan sesuai rencana, mampukah mereka mempertahankan pernikahan?