BAB 8

183 41 42
                                    

A good marriage is the union of two forgivers

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A good marriage is the union of two forgivers. – Ruth Bell Graham

|

|

Sebenarnya, Jiyeon bukan tipikal orang yang spontan. Dia terencana, lurus, dan pemikir. Karena terlalu banyak berpikir, maka dari itu spontan tidak pernah ada di dalam kamus hidupnya.

Akan tetapi, kali ini apa yang dia lakukan menjadi pengecualian.

Jiyeon sedang merenung di sofa saat anak-anaknya sedang tidur siang. Pandangan matanya tertuju ke laptop yang tergeletak di meja kerja kecil. Laptop yang berwarna putih serta terbuka lebar itu seperti menatapnya balik.

Laptop itu seperti menarik Jiyeon untuk mendekatinya. Dia melempar majalah yang sedari tadi dia anggurkan dan mulai menyalakan laptop. Jiyeon sempat termenung menatap layar laptop karena terlintas keraguan. Lalu, dia mulai mengetik alamat situs web yang sudah dia kunjungi puluhan kali dalam dua bulan terakhir.

Matanya dengan awas memperhatikan dan mencari setiap lowongan yang tercantum selama dua minggu terakhir. Begitu banyak lowongan pekerjaan yang tertera disana. Jiyeon membacanya satu per satu. Tidak lupa mencatat di kertas yang tersedia di samping laptop. Setelah dirasa cukup, Jiyeon menatap kertas tersebut dengan hati yang berdebar.

Kali ini dia mencarinya bukan untuk Myungsoo, melainkan untuk dirinya sendiri.

Dia menghela napas, tetapi debaran di dadanya masih terasa. Dia, Park Jiyeon, yang sudah hampir sepuluh tahun menjadi ibu rumah tangga 100%, kini memutuskan untuk kembali ke dunia kerja. Dia mengusap wajahnya yang pucat karena tegang serta gelisah. Menatap kertas itu bukan membuatnya semangat, melainkan membuat hatinya malah menciut.

Apakah aku bisa? Apakah mereka mau menerimaku? Pertanyaan itu berputar di kepalanya.

Jiyeon menggigit bibir bawahnya. Dia merasa tak cukup percaya diri untuk kembali "ngantor". Dia lupa bagaimana rasa dan caranya. Satu hal yang dia tahu, dia harus memulai semuanya dari nol lagi. Dari bawah.

Entah mengapa, hatinya mengatakan bahwa ini adalah hal yang benar untuk dilakukan. Dia juga tidak mau berlama-lama larut serta mengiba dirinya sendiri. Bisa jadi CV-nya akan dicemooh. Ada bolong sepuluh tahun yang tidak diisi dengan pengalaman kerja apa pun. Namun, dia akan merasa lebih bodoh jika dia tidak mencobanya. Myungsoo semakin terpuruk, keuangan mereka juga semakin lama semakin terkikis. Tabungan diambil dengan paksa, masa depan anak-anak mereka pun seketika mengundang tanda tanya. Kalau bukan dia yang bergerak, lalu siapa?

Sebagian CV-nya sudah terkirim lewat surel, sebagian lagi dia kirimkan besok lewat jasa pos. Meskipun begitu, hatinya belum sepenuhnya lega. Dia belum memberitahu Myungsoo tentang keputusannya untuk kembali bekerja. Dia segan. Lagi pula, dia memiliki firasat bahwa Myungsoo tak akan menyambut positif keputusannya itu. Jiyeon ingat dulu pernah ada pembicaraan mengenai "pekerjaan" dan Myungsoo menghindarinya.

For Better or WorseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang