BAB 15

213 43 57
                                    

A good marriage is the union of two forgivers

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A good marriage is the union of two forgivers. - Ruth Bell Graham

|

|

Myungsoo POV

Jiyeon sudah izin pulang hari ini, gumamku heran. Aku tadi menelepon ke apartemen menanyakan keberadaan Jiyeon, dan Bibi Jo bilang Jiyeon pergi ke kantor. Hari ini aku mendatangi kantor Jiyeon tidak untuk membuat keributan, tidak aku ingin mengajak Jiyeon makan siang. Aku merasa kami berdua perlu bicara.

Kemarin aku pulang ke apartemen sekitar pukul 1.00 dini hari. Saat memasuki kamar, aku melihat Jiyeon meringkuk di ranjang kami, aku dapat melihat sisa-sisa air mata di wajahnya. Membuatku menghela napas pelan, lalu keluar lagi dari kamar. Setelah itu yang kulakukan adalah merenung. Aku menyadari bahwa ucapanku pada Jiyeon memang keterlaluan. Hanya saja amarah menutup segalanya. Aku cemburu karena aku tahu sejarah Jiyeon dan Seungho. Lalu, sekarang mereka bekerja bersama dan kemarin melihat Seungho mengantar Jiyeon, jelas sekali Seungho masih memiliki perasaan pada Jiyeon. Itulah mengapa aku meminta Jiyeon untuk keluar dari pekerjaannya.

Dengan kondisi keluarga kami saat ini, aku tidak mau pria itu mengambil kesempatan untuk merusak keluargaku.

Aku sudah hendak memasuki lift, saat sebuah suara memanggilku. Seungho. Refleks saja aku memutar bola mata. Jengah. Dia menghampiriku.

"Mencari Jiyeon? Dia izin hari ini karena tidak enak badan. Apa kau tahu? Kurasa tidak." Ucap Seungho. Dan aku melihatnya tersenyum miring.

"Kalau begitu, aku permisi."

"Untuk apa kau mencarinya?"

Giliranku yang tersenyum miring. "Untuk apa mencari Jiyeon? Dia istriku, apa aku harus punya alasan untuk mencarinya?"

"Setelah kau menyakiti Jiyeon, kurasa kau tidak pantas mencarinya."

"Tahu apa kau tentang aku dan Jiyeon?" Ucapku tersinggung. Mau apa pria ini.

"Aku tahu. Kau di PHK dan belum mendapat pekerjaan sampai-sampai Jiyeon harus bekerja." Nada suaranya terdengar seperti mengejek diriku. "Kau tidak peduli lagi dengannya, kalian sering bertengkar dan itu menyakiti hatinya, dan hari ini aku melihat wajahnya bengkak. Aku tahu jelas kau menyakitinya lagi."

Tanganku mengepal. Aku bisa meraskan rahangku mengeras. Tapi aku memilih diam.

"Jangan menyakiti Jiyeon. Dia terlalu berharga. Dia berhak bahagia."

"Kau itu siapa sampai beraninya bicara seperti itu? Apa kau tahu kehidupan kami selama 10 tahun ini, apa selama itu Jiyeon tidak bahagia ha?"

Seungho menatapku semakin tajam. "Aku tidak terima siapa pun menyakiti Jiyeon termasuk jika itu kau suaminya."

For Better or WorseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang