Semua terencana begitu menyenangkan, berjalan begitu indah, dan terjadi begitu sempurna. Namun, saat itu semua tidak lagi berjalan sesuai rencana, mampukah mereka mempertahankan pernikahan?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A good marriage is the union of two forgivers. – Ruth Bell Graham
|
|
ALL JIYEON POV
Sepasang tangan mendarat di bahuku, juga kecupan di puncak kepala. "Morning, Sayang."
Tubuhku seperti terkena setruman listrik, yang mengalir cepat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Rasanya aku belum terbiasa mendapatkan kembali kemesraan ini dari Myungsoo Oppa. Kami memang hanya berpisah selama dua bulan. Namun, dua bulan itu penuh duka, air mata, pertimbangan, dan penyadaran diri. Dua bulan yang membuat Myungsoo Oppa menyadari kesalahannya dan aku juga menyadari kesalahanku. Dua bulan yang membuatku berani memberi maaf. Dua bulan yang memaksa kami untuk kembali ke sembilan tahun yang lalu. Kami kembali ke titik nol. Pernikahan ini harus kami mulai dari awal.
Di sinilah kami berada sekarang. Kembali berada di satu apartemen yang sudah kami tempati sejak awal pernikahan. Aku dan anak-anak sudah kembali kemari selama satu minggu. Jangan ditanya betapa canggungnya ketika aku harus kembali kemari.
Aku melirik ke arah Myungsoo Oppa yang sekarang duduk tepat di hadapanku sambil menyesap kopinya. Myungsoo Oppa menangkap lirikan mataku dengan cepat. Tangannya terulur meraih tanganku. "Kamu kenapa diam saja?"
Aku menggeleng sambil tersenyum singkat. Aku melanjutkan apa yang aku kerjakan sebelum Myungsoo Oppa muncul, yaitu mengoleskan roti dengan selai cokelat kacang untuk Haneul dan Moonbin.
Sejujurnya, aku masih sedikit menjaga jarak. Aku tahu bahwa kami sudah sepakat untuk memulai segala sesuatunya dari awal. Hanya saja, aku butuh waktu untuk mengembalikan setidaknya rasa percaya diriku, juga kepercayaanku kepada Myungsoo Oppa.
"Sayang?"
Aku mengangkat kepalaku, "Hm?"
"Kamu yakin tidak apa-apa?"
"Beneran."
"Yakin?"
"Sangat."
Myungsoo Oppa menyunggingkan senyumnya. Aku menatapnya dengan heran karena tidak mengerti arti senyumnya tersebut. "Kenapa?"
Myungsoo Oppa menggeleng sambil menggigit roti selai cokelat kacang yang sudah dicomotnya sebelum aku melarangnya. Aku hanya bisa tambah melotot melihat tangan sudah siap mencomot lagi roti yang sudah tersusun rapi tersebut. Dengan cepat aku memukul tangannya. "He! Itu untuk anak-anak. Jangan dicomotin terus."
Myungsoo Oppa tertawa. Aku jadi sedikit risi karena Myungsoo Oppa menatapku sedemikian rupa sehingga dia terlihat ingin sekali menelanku bulat-bulat.