Semua terencana begitu menyenangkan, berjalan begitu indah, dan terjadi begitu sempurna. Namun, saat itu semua tidak lagi berjalan sesuai rencana, mampukah mereka mempertahankan pernikahan?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A good marriage is the union of two forgivers. – Ruth Bell Graham
|
|
ALL JIYEON POV
Tanganku menggenggam erat ponsel dan menunggu sampai nada sambung yang sedang berbunyi itu diangkat. Aku menunggu dengan gelisah dan tak sabar karena sambungan itu tak diangkat-angkat.
"Halo?"
Akhirnya, teleponku dijawab juga olehnya. "Jieun?"
"Hai, Ji. Dari mana saja kamu?" Suara Jieun terdengar khawatir serta jengkel.
"Tidak dari mana-mana ...."
"Aku sudah mulai mikir jangan-jangan kamu pindah ke luar negeri, terus lupa sama kita-kita."
Gerutuan Jieun membuatku tertawa. Sejak aku tinggal di rumah Kyungri Eonni, aku memang sengaja mengasingkan diri dari siapa pun. "Jauh amat sampai ke luar negeri. Ngomong-ngomong, kamu ada di studio?"
"Ada. Ke sini, ya. Aku tunggu, ya!"
"Tidak perlu. Aku sudah ada di depan."
"Ha?" Suara Jieun melengking. "Pabo Jiyeon! Kenapa tidak masuk saja?"
Aku lekas turun dari mobil. Jieun sudah menunggu sambil berkacak pinggang. Dia mengenakan pakaian senam berwarna biru muda yang serasi atasan serta bawahan. Pakaian senam itu memperlihatkan lekuk tubuh Jieun yang indah akibat dipahat setiap hari dengan yoga dan pilates.
"Kurang kerjaan amat kamu. Ngapain pakai nelepon segala?"
"Aku pikir kamu tidak ada di studio. Habis, studio kelihatan sepi gini." Aku cepat-cepat beralasan sebelum Jieun ngomel panjang lebar.
"Ini jam berapa, Ji. Ya jelas masih sepi." Jieun menjajari langkahku masuk ke dalam. Dari samping, aku bisa merasakan bahwa dia memandangiku lekat. "Mau yoga?"
"Bukan. Mau curhat," desahku sambil melempar tubuh ke sofa yang berada di ruangan khusus untuk Jieun.
"Oke. Aku akan selalu siap mendengarkan kamu. Bagaimana rumah?"
"Sucks."
"Segitu parahnya?"
Aku menyilangkan kakiku. Tanpa sadar aku menggoyang-goyangkannya maju-mundur. Jelas-jelas menunjukkan kegelisahan yang sedang aku rasakan. Jieun ikut merasakannya.
"Gwenchana?"
Kata-kata Jieun malah membuatku tertawa. Ya, aku menertawakan hidupku yang seperti benang kusut.
"Hidup gue ternyata hancur banget, ya, Jieun. Kenapa perasaan isinya masalah melulu. Kamu ngitungin tidak berapa kali aku curhat sama kamu selama beberapa bulan terakhir ini? Curhatannya isinya masalah melulu."