Bab 12

186 37 74
                                    

A good marriage is the union of two forgivers

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A good marriage is the union of two forgivers. – Ruth Bell Graham

|

|

ALL JIYEON POV

Aku menguap lebar-lebar tiada henti sampai membuat mataku berair terus.

Beginilah kalau kurang tidur. Haneul tiba-tiba membangunkanku pada pukul 4.00 pagi dan mengajakku bermain. Ampun! Dia sudah bukan bayi lagi yang biasa bangun setiap subuh? Aku meminta Haneul untuk tidur lagi. Namun, Haneul tetap ngotot ingin bermain di ruang depan. Dengan terpaksa aku menemaninya daripada dia membuat keributan yang membuat Appa dan Oppa-nya terbangun.

Rasanya otak dan nyawaku yang belum sepenuhnya berkumpul ikut bertanya-tanya bagaimana bisa Haneul bangun jam segini? Lalu, aku teringat laporan Bibi Jo bahwa Haneul memang tertidur lebih cepat karena tidak tidur siang. Pantas saja.

Hoamm! Pantas saja jam segini sudah segar!

Aku menguap untuk kali kesekian ratus hingga karena tidak kuat dengan godaan ingin menutup mata, aku pun pergi ke pantry kantor yang nyaman untuk membuat teh manis hangat. Menyeruput teh manis hangat mungkin bisa membuat mataku terus melek. Kalau tidak berhasil, aku melirik ke teko di coffee maker. Kopi di dalam teko itu berwarna hitam pekat. Rasanya aku harus meminum itu juga, desahku dalam hati.

Setelah selesai membuat teh, aku iseng mengambil majalah dan duduk di sofa. Lagipula, jam kantor belum dimulai. Perlahan teh manis yang nikmat itu menghangatkan badanku dan kantukku menghilang. Aku membolak-balik majalah dan sesekali membacanya.

"Ngantuk?"

Aku mengangkat kepalaku. Seungho sedang tersenyum. "Sangat," sahutku. "Haneul bangun pagi buta dan mengajakku main."

Seungho tertawa. Dia duduk tepat di seberangku setelah menuangkan secangkir kopi.

"Sepertinya kita beneran jodoh," celetuk Seungho.

Mataku langsung mendelik. Jodoh khayalanmu! Gerutuku dalam hati. Lalu, aku ngedumel, "Apaan, ya? Sudahlah, Seungho, pagi-pagi jangan bicara aneh-aneh, ah ...."

"Coba, lihat pakaian kita."

Spontan aku melihat baju yang dikenakan oleh Seungho. Aku melongo. Pantas saja Seungho berkata seperti itu karena baju yang kami kenakan benar-benar serupa warnanya. Celana panjang garis-garis dan kemeja merah. Mataku melebar ketika melihatnya.

"Ini pasti konspirasi," celetukku asal. Seungho malah tertawa terbahak-bahak. "Atau, kamu sudah belajar ilmu membaca orang di Eropa sana."

"Konspirasi apa? Orang dibilang jodoh," sahutnya lagi.

Aku mendengus, tetapi aku tidak mau bicara. Bisa-bisa salah bicara.

Teh manis hangat membuatku jadi lebih segar. Pekerjaan di kantor hari ini tidak begitu banyak. Aku jadi lebih punya banyak waktu untuk santai dan browsing internet. Sesekali juga mengecek rumah untuk sekadar mengingatkan Bibi Jo soal makanan di rumah.

For Better or WorseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang