Semua terencana begitu menyenangkan, berjalan begitu indah, dan terjadi begitu sempurna. Namun, saat itu semua tidak lagi berjalan sesuai rencana, mampukah mereka mempertahankan pernikahan?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A good marriage is the union of two forgivers. – Ruth Bell Graham
|
|
ALL JIYEON POV
Perlahan keluarga kami yang sempat berantakan mulai menyatu dan merekat lagi satu sama lain. Myungsoo Oppa kembali bekerja. Meskipun gajinya tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan, setidaknya mencukupi. Myungsoo Oppa juga tidak mengeluh akan hal itu. Aku melihat dia cukup menikmati pekerjaan barunya.
Tak terasa dua bulan sudah berlalu. Jadwal harian di rumah pun tersusun dengan rapi dan disepakati oleh seluruh anggota keluarga. Setiap pagi Myungsoo Oppa-lah yang mengantar anak-anak sekolah, sedangkan aku ke rumah Jieun untuk berlatih yoga. Setelah selesai latihan, aku menjemput anak-anak dan menghabiskan waktu bersama mereka. Namun, terkadang aku berlatih bersama Jieun pada sore hari jika jadwal Jieun tidak memungkinkan.
Bicara soal sesi pelatihanku bersama Jieun, latihan yoga yang aku terima semakin intensif. Jieun sendiri yang menyarankan agar aku berlatih setiap hari untuk mempersiapkan diri menjadi pengajar. Di sela-selanya dia juga mulai membimbing agar aku memberanikan diri mengajar di studionya. Tidak setiap hari, kira-kira seminggu sekali, tentu saja dengan bimbingan dirinya juga. Selain itu, di sesi pelatihan privat aku dan dirinya, dia membiarkan aku berdiri di depan seolah aku sedang membimbing pelatihan yoga untuk dirinya.
"Gimana, Ji? Sudah pede belum kalau aku lepas untuk ngajar?" tanya Jieun tak lama setelah sesi latihan berakhir.
"Sendiri?"
"Iya. Masa mau aku tongkrongin melulu?"
Aku memandang Jieun dengan ragu, lalu menutupinya dengan senyum yang lebar. "Pede bukan bagian dari namaku."
Jieun tertawa. Dia tampak sedang membersihkan peluh di wajah dan tangannya. Wajahnya jadi bersemu kemerahan.
"Ayolah. Murid privatku sudah banyak sekali dan hampir tidak kepegang. Studio juga butuh guru baru, loh." Jieun membujukku.
"Tidak tahu, Jieun. Bukannya tidak bisa, tapi aku memang kurang pede." Aku berterus terang kepadanya.
"Oke, begini saja. Bagaimana kalau kamu bareng kita-kita?"
"Kita?"
Anggukan kepala Jieun tambah semangat. "Kalau kamu masih belum pede, kita bisa jadi murid pertama kamu."
"Kita itu siapa?" tanyaku kebingungan.
"Aku, Hyeri, dan Sooji Ahjumma."
Aku tertawa. Namun, itu bukan ide yang buru. Maka, aku pun menyetujuinya. Aku mengacungkan jempol kepadanya. Segera Jieun menelepon kedua sahabat kami yang lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.