Dia terlalu cerdik. Namun secerdik-cerdiknya dia menyembunyikan sesuatu, cepat atau lambat itu semua akan terungkap.
__________________________________________________Ramzi berjalan memasuki kamar Putri yang sudah sebulan tidak ditempati. Kamar itu masih terlihat rapi. Ramzi berjalan kembali dan duduk dipinggir ranjang bertema Hello Kitty itu. Ia meraih foto gadis bungsunya itu. Lalu mengelusnya.
“Put, Kamu kemana sih? Papa kangen, sayang. Maafin Papa” ujar Ramzi lirih. Lelaki paruh baya itu kembali meletakkan foto Putri dimeja. Matanya tak sengaja menangkap sesuatu berwarna cokelat yang terhimpit dilaci meja Putri. Tampak dari mata Ramzi itu adalah amplop yang tak sepenuhnya masuk kedalam laci.
Ia membuka laci itu, dan benar dugaannya jika itu adalah amplop. Amplop besar. Ramzi yang heran, membuka amplop itu cepat. Ia bertambah heran saat menemukan foto CT Scan yang tak ia mengerti. Dan ia kembali menemukan amplop putih didalamnya.
“Rumah Sakit Rethebe?” ucap Ramzi bingung. Itu adalah Rumah Sakit milik kakaknya. Dan untuk apa ini ada dikamar Putri. Dengan rasa penasaran yang tinggi, Ramzi membuka amplop itu dan membacanya dengan teliti.
Tak lama, tangannya bergetar hebat. Matanya memerah saat membaca tulisan tebal yang ada dikertas itu
Karsinoma Hepatoseluler
(Kanker Hati) Positive.Kertas itu jatuh begitu saja dari genggamannya. Laki-laki itu menangis sejadi-jadinya. Matanya seolah tak fokus. Dengan tangan yang bergetar hebat, dia meremas rambutnya frustasi.
“Ya Tuhan. Kenapa engkau hukum anakku yang tak berdosa itu! Hukum aku saja!” seru Ramzi histeris. Lelaki itu sama sekali tak mengerti takdir. Dia benci takdir yang menyiksa Putri-nya. Dia berontak kepada Tuhan. Tak dapat menerima kesakitan yang diberi Tuhan untuk Putri yang dulu tak pernah mendapat kasih sayangnya.
Ramzi terus menangis dikamar Putri-nya itu walau sudah larut malam. Berulang kali, Pria itu memukul dadanya yang sesak. Namun sesak itu kian menjadi saat bayangan wajah kecewa Putri berputar dikepalanya.
Penyesalan selalu berada diakhir bukan? Itulah yang Ramzi rasakan. Ingin rasanya memutar waktu kembali ke masa lampau. Namun apa dayanya.
Setelah dirinya puas menangis, ia menghubungi Revan dan mengajaknya bertemu. Setelah mendapat jawaban, Ramzi berlari keluar dan melajukan mobilnya ke arah rumah sakit milik kakaknya. Sesampainya disana dengan keadaan kacau, Ramzi berjalan cepat menuju ruangan Revan.
Brakk..
Ramzi membuka pintu itu kasar, membuat Revan yang ada didalam kaget bukan main.
“Astagfirullah, Zi. Kamu buat aku kaget!" seru Revan. Namun Ramzi tak menghiraukan itu. Dia membanting amplop cokelat hasil tes kesehatan Putri tadi yang memang ia bawa, ke meja Revan.
“Jelaskan ke aku!” sentak Ramzi. Matanya tampak masih basah karena air mata tak henti mengalir. Revan yang bingung, membuka amplop itu. Ia terkaget jika itu milik Putri.
“Itu pasti salah kan, Van?! Jelaskan kalo itu salah!” teriak Ramzi dengan tangisnya. Emosinya tak terkontrol sekarang. Dia marah. Dia marah pada takdir. walaupun dia tau, dia tak akan bisa berontak pada takdir.
Tangan Ramzi menarik kerah baju Revan dan menatapnya tajam. Sedangkan Revan hanya diam tak berkutik.
“VAN!”
“INI MEMANG BENAR!” teriak Revan yang juga terbawa emosi. Lelaki paruh baya itu memejamkan matanya saat cengkraman dibajunya menghilang. Pikiran Revan melayang saat dirinya sendirilah yang memvonis penyakit keponakannya. Hancur. Itu pasti.
Dan sekarang, dia tak peduli lagi dengan janjinya bersama Putri. Ramzi memang harus tau tentang Putri. Dia Ayahnya. Apapun yang terjadi, Ramzi tetaplah Ayah Putri yang berhak mengetahui segala sesuatu tentang Putri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTI CINTA [END]
RomanceCerita ini adalah cerita kehidupan yang klise. Sangat biasa dan mungkin tak menarik. Berawal dari 5 orang sahabat yang memulai pendidikan barunya di Grand High School, Jakarta. Setelah sebelumnya mereka tinggal di Bandung. 5 sahabat yang sudah seper...