36. Keraguan

1.1K 84 1
                                    

Kau percaya kan? Aku sangat mencintaimu. Amat sangat.. Walau aku tak pernah mengumbar kalimat cinta untukmu.. Percayalah. Hatiku ini hanyalah berukirkan namamu..
__________________________________________________

Putri sesekali bersanda gurau bersama Ridho di koridor sekolah. Hari ini Putri sudah kembali sekolah setelah dua minggu dirawat di rumah sakit.

Dari arah berlawanan, terlihat Shania sedang berjalan pelan sambil menunduk. Membuat Ridho dan Putri yang sedari tadi tertawa, mengerjitkan dahi bingung.

Sepasang manusia itu saling pandang, lalu mengangkat bahunya tanda tak tahu.

"Shan!" panggil Putri sambil berjalan cepat menghampiri Shania yang ada didepannya.

Shania mengangkat kepalanya. Melihat Putri berjalan tergesa dan ada Ridho di belakang gadis itu.

Shania mengepalkan tangannya kuat. Tak tahu harus bicara apa dengan Putri. Dia tau, sahabatnya itu sangat peka. Pasti sebentar lagi Putri akan bertanya dia kenapa. Lalu, Shania harus menjawab apa? Sedangkan hati dan pikirannya pun dalam keadaan tak karuan sekarang. Dia masih memikirkan ucapan ayahnya yang membuat dia terkaku.

Shania menggeleng pelan. Dia belum siap bertemu dan bercakap dengan Putri. Dia bingung, apakah dia harus mempercayai ayahnya dan membenci Putri ataukah tetap menyayangi Putri dan menghiraukan perkataan ayahnya.

Shania seketika membalikkan badannya dan berlari menjauhi Putri. Membuat Putri bertambah bingung.

"Shania!"

Putri menghentikan langkahnya. Merasa aneh dengan sikap Shania hari ini.

"Kenapa sayang?"

Putri hanya menggeleng menjawab pertanyaan Ridho. Lalu menatap tubuh Shania yang menjauh.

"Gak papa. Mungkin Shania ada masalah dan butuh waktu sendiri. Kamu jangan khawatir." ucap Ridho berusaha menenangkan Putri. Bagaimanapun juga, gadis itu tak boleh terlalu banyak pikiran. Itu akan membuat penyakitnya mengganas. Dan Ridho tak mau itu.

"Mending sekarang kita ke kelas yuk?"

Ridho merangkul bahu Putri lalu berjalan menuju kelas mereka.

****

Putri seketika menghentikan kegiatan menulisnya saat merasakan kepalanya berdenyut. Dalam hati, dia meringis merasakan sakit yang semakin menjadi. Pandangannya beralih kedepan. Tulisan yang ada dipapan tulis terasa berputar-putar membuat Putri bertambah pusing.

"Bu!" seru Putri sambil mengangkat tangannya.

Bu Rini yang sedang menulis materi dipapan tulispun menoleh. Termasuk teman sekelasnya.

"Ada apa, Putri?"

Putri berusaha dengan susah payah tersenyum kearah Bu Rini.

"Saya boleh ijin ketoilet?"

Bu Rini ikut tersenyum lalu mengangguk.

"Silahkan," ucap Bu Rini sambil mengarahkan tangannya kearah pintu.

Putri masih betah tersenyum, disela-sela senyumannya. Dia menghela nafas berat. Dengan sisa tenaganya, dia berdiri dari duduknya, berusaha berjalan normal meninggalkan ruang kelas.

Sesampainya di kamar mandi, Putri menyalakan kran wastafel agar tak ada yang mendengar ringisan sakitnya. Dia mendongak. Memandang cermin yang menampakan dirinya yang pucat pasi.

ARTI CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang