PSICOPAT

947 92 9
                                    

Ada waktu, dimana dengan mengingatnya, aku kembali belajar. Belajar, untuk tidak mengulanginya KEMBALI.


🍃

Waktu sudah menunjukan pukul empat sore. Sepulangnya dari sekolah, Dini mengurung dirinya di kamar. Sedang Indah, memilih untuk tidak mengganggunya. Dini mengikat rambut panjang hitam miliknya agar tak tergerai, menampakkansebuah bekas guratan di lehernya.

"Aku berusaha melupakannya. Dan aku akan berusaha lagi, agar tidak terpancing dan kembali ke masa itu," ucapnya menguatkan dirinya sendiri.

Bekas guratan itu disebabkan oleh ayahnya. Dua tahun lalu, ketika ia menerima Riani sebagai ibu barunya, saat ia mulai beraksi dan menyiksa mereka. Tangan mungil itu, selalu dipenuhi dengan dendam dan amarah. Wajah cantik itu, menyimpan banyak sekali kejahatan.

Flashback on

"Ini rumah baru kamu. Sekarang, kamu sekamar sama Indah," ucap Riani menunjuk sebuah kamar di lantai atas.

Dini menampakan wajah bengisnya.

"Kamu mulai sekarang, pakai hijab kayak Indah, ya? Tidak baik anak perempuan membiarkan auratnya terbuka. Mempertontonkan pada pria ajnabi."

"Syukur-syukur gua udah mau terima ajakan lu tinggal di rumah ini. Jadi gosah ngatur hidup gua!" Jawab Dini sarkastik. Membuat Riani menghela napas lemah.

"Sekarang kamu adalah tanggung jawab tante," Ia mengusap pundak kepala Dini. Membuat sang empuh tak terima dan malah menepisnya kasar.

"Gua udah bilang 'kan!? Gosah urus hidup gua!"

"Heh!? Udah mau dipelihara sama mama, masih aja songong. Anak pelacur!"

Indah yang tak terima wanita yang ia panggil 'mama' dilecehkan oleh anak tirinya, tersindir dan mengatai Dini. Seketika, ia langsung mendapatkan sebuah tinju. Tinju yang mampu membuat rahangnya nyeri luar biasa.

"Dini? Indah? Sudah!" Riani meninggikan suaranya.

"Anda mempelototi saya?"

Kini, tangan Dini sudah mencengkeram dagu Riani. Wanita itu tak bisa membela diri. Sebuah pisau kater berada tepat di bawah perutnya.

"Jangan berani-berani lu telpon orang!" Ancam Dini kala Indah berusaha menelpon seseorang.

"Dini, tante mohon! Jangan lukai siapa pun. Kalau kamu memang tidak terima tante sebagai pengganti mendiang ibumu, tante akan ceraikan ayahmu."

Suara Riani terdengar gemetar, meski ia sudah berusaha menahannya.

"Gua mau terima atau enggak pun, papa tetap akan sama lu! Gua bisa apa? Gua cuma anak pelacur yang gak tahu diri dan gak tahu terimakasih. Seharusnya gua tahu diri karena lu udah mau ambil andil dalam kehidupan gua. Hah? Lu pikir gua bakal luluh lantah dengan ucapan lu? Ucapan manis lu!? Gak! Seandainya bukan elu penyebab kematian ibu gua, gak bakal gua sebejat ini ama elu dan anak angkat lu ini!"

ES dan BATU  (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang