JATUH?

787 83 7
                                    

Bosan sudah kumenyimpan rasa kepadamu. Tapi tak mampu kuberkata di depanmu.

🎶Devano Danendra
_____________________________

Dini membuka matanya ketika alarm berbunyi nyaring. Diliriknya alarm tersebut.

Masih jam tiga. Tidur dikit lagi gak-papa. Batinnya lalu kembali memejamkan matanya.

Toktok.. Toktok..

Baru saja ia ingin tidur kembali, suara ketukan pintu membuatnya harus bangun dan membukanya.

"Sudah tahajud?" tanya Riani ketika Dini membuka pintu.

Dini mendesah dan cengar-cengir tanpa dosa.

"Belum, Mah." Jawabnya kemudian.

"Kebiasan. Bersih-bersih sana." Riani memukul pelan lengan Dini. Yang dipukul hanya memasang wajah tak berdosa dan seakan meminta waktu sedikit lagi.

"Sana!" Kini, Riani telah menarik paksa Dini dan mendorongnya pelan ke kamar mandi.

"Mah, dingin." Dini memelas.

"Mama tungguin. Awas kalau belum mandi!" tunjuk Riani sedikit mengancam. Sebab, Dini selalu lalai mengerjakan tugasnya yang satu itu.

Selang beberapa menit membersihkan diri di kamar mandi, Dini keluar dan langsung mengelar sajadah, menunaikan sepertiga malamnya.

"Mama gak ikutan?" Ia menyerngit ketika mendapati Riani hanya memandanginya saja.

"Lagi enggak," ucap Riani mengedipkan sebelah matanya.

Dini mengangguk paham dan melanjutkan ibadahnya.

Seusai melakukan ibadahnya, Dini iseng memeriksa ponselnya sambil menunggu adzan subhu berkumandang dari masjid. Riani sudah tak ada di kamarnya.

From Bry⚽: Gua udah otw bandara

From Bry⚽: Gua harap lu baik-baik saja di sini.

From Bry⚽: jaga makan kamu. Jangan sering-sering emosi. Nanti cepat tua😘

Dini menghela pelan, memeluk ponselnya.

"Hati-hati, Bry. Jaga kesehatan juga. Jangan telat makan," ucapnya sambil tersenyum. Kali ini, ia menampakan senyuman termanisnya.

"Aku telah jatuh, Bry. Jatuh sudah lama sekali, dan itu membuatku sakit sekaligus senang. Sakit karena selalu berusaha baik-baik saja, dan senang karena kamu selalu tersenyum manis meski kadang aku menyakiti. Aku telah jatuh cukup dalam, Bry. Jatuh begitu dalam, sampai aku tak mampu menyoroti matamu. Aku takut menyakiti Indah, Bry. Aku sudah cukup menyakitinya. Tidak lagi." Lirih Dini pelan. Ia mengusap air matanya yang tanpa sadar sudah mengalir begitu saja.

Adzan subhu berkumandang, Dini kembali melakukan ibadahnya.

"Selamat pagi, Mah, Pah, Dek," Dini mendesah pelan.

"Ada apa, Sayang? Mukanya gitu amat." Riani menoel hidung mancung milik Dini, ketika gadis itu menempelkan bokongnya ke atas kursi.

ES dan BATU  (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang