Untuk kesekian kalinya Angkasa memaksa untuk mengantarkan pulang Elara. Tapi yang dipaksa—yah kalian tahu lah.
Dengan pantang menyerah sampai titik darah penghabisan—gak deng terlalu lebay—Akhirnya Elara menurut meskipun dengan tampang kesalnya.
"Ini bukan jalan arah rumah gue!" teriak Elara dengan menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Menyebalkan sekali Angkasa, dia yang memaksanya pulang bersama tapi tidak membawa helm untuk orang yang dipaksanya pulang bersama.
"Laper! Belum makan dari seminggu! Bunda gue mogok masak!" jawab Angkasa dengan berteriak juga.
"Gak ada yang nanya!"
"Gapapa cuma ke elo kok, gak nanya sekalipun gue kasih tahu duluan."
"Terserah!"
Motor Angkasa berhenti di depan rumah besar yang menjulang tinggi. Elara jadi was-was jangan-jangan kegilaan Angkasa mulai keluar.
"Kok berhenti disini? Mau ngapain? Jangan mulai deh!" Elara memberikan pertanyaan beruntun karena mulai was-was dengan sikap absurd Angkasa dan juga memperingati Angkasa untuk tidak berulah.
Belum sempat Angkasa menjawab seorang laki-laki paruh baya membukakan gerbang, lalu motor Angkasa masuk dan terparkir di garasi yang sudah terisi beberapa motor lainnya.
"Mau masuk apa mau tetep disitu markirin motor?" tanya Angkasa yang melihat Elara masih berdiri di samping motornya.
"Masuk? Ini rumah siapa coba?"
Angkasa menggandeng Elara masuk ke dalam rumah, "ASSALAMU'ALAIKUM!"
"Gak sopan ngucapin salam teriak-teriak!" tegur Elara.
"Gapapa biar orang yang ada di rumah ini tahu kalau orang ganteng udah dateng!"
Elara hanya rolling eyes mendengar omong kosong Angkasa.
"Walaikumsalam." ucap perempuan paruh bayah lalu berjalan ke arah Angkasa dan Elara.
Angkasa menyalami perempuan paruh bayah itu. "Kurangin teriak-teriak! Bunda beneran jahit mulut kamu ya Demar!"
"Maaf Bunda"
"Oiya Kenalin El, Bunda gue." ucap Angkasa pada Elara.
Bunda? Ini Angkasa serius mengajaknya datang kerumah nya?
Wah! Elara terkejut bukan main karena Angkasa tiba-tiba mengajaknya ke rumahnya dan bertemu bundanya. Elara tidak tahu harus bagaimana sekarang. Angkasa benar-benar sulit ditebak.
Elara langsung menyalami Bunda Angkasa. Elara mulai paham ternyata wajah penuh senyum Angkasa ia dapat dari Bundnya. Bunda Angkasa terlihat masih cantik meskipun— umurnya Elara kira mencapai 40 sampai 50 tahun.
"Elara tante." ucap Elara kepada Wulandari—Bunda Angkasa.
"Wah cantiknya Elara. Kamu pacarnya Angkasa?" tanya Wulandari pada Elara.
"Doain aja Bunda." teriak Angkasa yang sudah berjalan menuju taman belakang rumahnya.
"Sini, Ra duduk sama Bunda." Elara lalu duduk di samping Wulandari.
Di taman belakang ternyata sudah ada teman-temannya yang berleha-leha seperti Sem dan Maher yang bernyanyi dan bermain gitar. Ardhan yang sudah tertidur pulas. Agana dan Arka yang bermain game.
Angkasa sengaja meninggalakn Elara dengan Bundanya. Dan sengaja membawa Elara kerumahnya. Lihat saja nanti Elara pasti akan marah-marah padanya.
"Siapa yang nyuruh lo pada ke sini?" tanya Angkasa yang berdiri menyender di pintu dengan tangan terlipat didepan dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPACELARA [On Going]
Teen FictionGanteng, suka senyum, jailnya minta ampun sampai kelakuannya yang absurd tingkat dewa. Paket komplit. Siapa lagi kalau bukan Angkasa. Si ketua geng yang kocak nan konyol. Bercita-cita ingin merasakan cinta pertamanya. Bertemu Elara si cewek jutek me...