***
Dengan mengenakan gaun yang lebih pendek dari sebelumnya, Naura berjalan dengan gaya anggunnya. Meski ia terlihat menawan, sangat jelas di matanya terpancar raut tidak tenang di sana. Ia tak hentinya memikirkan sang Adik yang tengah berbaring di ruang operasi saat ini.
Kedatangan Naura disambut dengan sebuah pelukkan dari laki-laki yang menjadi 'pelanggan'nya hari ini. Setelah mengenalkan Naura pada koleganya, laki-laki itu pun tanpa pemberitahuan langsung mencium pipi perempuan yang berusaha untuk mengembangkan senyumnya meski sulit.
Deg.
Naura terkejut. Tapi, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Pandangannya hampa seketika. Hatinya hancur. Meski ini bukan pertama kalinya terjadi, namun ia terus saja merasakan ada bagian yang sakit di dalam dirinya.
Ada bagian yang meronta dan berteriak untuk dibebaskan. Ada suara yang terkurung tanpa bisa ia lepaskan.
Terhalang dengan kontrak dan nominal.
Uang memang bukan segalanya, namun segalnya butuh uang.
Dan, Naura tidak bisa memungkiri itu.
Setelah dua jam duduk bersama laki-laki yang bahkan namanya saja tidak ia ingat, akhirnya Naura bisa kembali pulang.
Di dalam mobil kesayangannya, ia menyandarkan kepalanya pada stir mobil. Lalu, membiarkan tetesan air mata itu meluncur dengan hebatnya.
Ingin sekali ia mengungkapkan ketidak-adilan yang ia rasakan pada dunia.
Ingin sekali ia marah pada semesta, yang memperlakukannya semena-mena.
Ingin sekali ia menghilang dari dunia ini. Melupakan dunia dan seluruh isinya.
Saat ini, ia hanya ingin berteman dengan sepi.
Untuk meratapi diri sendiri dan menutupi nyeri yang ada di hati.
Ia ingin hidup, tidak hanya untuk sekedar bertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Together
Teen Fiction"Dia tuh, cuma keliatan kuat di luarnya doang. Dalemnya mah sebenernya berantakan. Mata ketawanya dia, bahkan jauh lebih menyakitkan dari airmatanya. Dia sebenernya cuma pura-pura baik-baik aja. Sebenernya mah, rapuh dan hancur. Karena ngerasa gak a...