***
Sejak hari kemarin, Abiyu langsung menjadi bahan perbincangan semua orang. Terutama di kantornya. Bagaimana tidak, kejadian yang disebabkan Abiyu kemarin bukanlah kejadian sepele. Dan, itu ia lakukan di hadapan semua orang.
Jelas saja langsung mengundang perhatian banyak orang.
Dengan kaki terpincang sebelah, Abiyu menyusuri lorong di kantornya. Dea, sekretaris pribadi Abiyu menghampiri Abiyu.
"Pak Abi, baik-baik saja? Perlu saya panggil dokter?"
"Boleh, tolong panggil dokter saya ke sini, ya."
"Baik, pak."
Tak terpengaruh dengan omongan orang di luar sana, Abiyu tetap fokus mengerjakan pekerjaannya. Ia memang orang yang cuek menanggapi berbagai issue liar tentang dirinya di luar sana.
-
Lain tempat, lain cerita.
Masih merasa bersalah, Naura memutuskan untuk mengantarkan makan siang ke tempat Abiyu.
Dengan resep dari Didi, Naura memasak makanan kesukaan Abiyu.
"Mba Naura yakin mau ke sana?"
"Yakin, Di. Emang kenapa?"
Kali ini, Didi sedikti khawatir dengan sikap dingin Abiyu pada Naura.
"Gak apa-apa, mba. Nanti Didi kasih alamatnya, ya."
"Oke, Didi."
Naura sibuk memasak. Dan, Abiyu sibuk bekerja.
Sedangkan Semesta, sibuk menyaksikan dan mengarang cerita.
-
Naura tiba di kantor Abiyu lebih cepat dari makan siang. Baru saja ia masuk ke dalam lobby, semua mata sudah tertuju padanya. Dan, ia langsung menjadi bahan pembicaraan banyak orang.
Dengan di antar receptionist, Naura akhirnya sampai di depan ruangan Abiyu.
"Mba Naura, ya?" tanya Dea pada Naura.
Naura mengangguk.
"Pak Abi sedang menunggu dokternya, bisa ditunggu di sini dulu, ya."
"Dokter? Emang Biyu.. Eh, maksud saya Abi, kenapa?"
"Kakinya terkilir, mba Naura."
Naura yang membawa makan siang di tangannya langsung bergegas masuk ke dalam ruangan Abiyu.
Abiyu menoleh ke arah pintu ruangannya. Di sana, ia melihat Naura dengan rantang makanannya.
"Ngapain lo ke sini?"
Setelah Naura menutup pintu ruangan Abiyu, ia meletakkan makanan yang ia bawa ke atas meja.
Abiyu menautkan kedua alisnya, bingung.
"Sini," panggil Naura pada Abiyu seraya mengeluarkan minyak dari dalam tasnya.
Abiyu masih mematung.
"Sini, Biyu," panggil Naura kedua kalinya.
Abiyu datang mengampiri Naura dengan seribu pertanyaan di dalam pikirannya.
Dengan cepat, Naura membuka sepatu Abiyu dan mulai memijit kaki Abiyu pelan.
"Aduh," Abiyu merasakan nyeri di pergelangan kakinya.
Naura tidak perduli Abiyu yang kesakitan.
"Kayak gini doang mah gak perlu sampe manggil dokter. Gue juga bisa," celetuk Naura.
Abiyu membisu. Ia hanya melihat bagaimana tangan mungil Naura memijit kakinya dengan perlahan dan hati-hati.
"Gue juga udah bawain makanan kesukaan lo, tadi gue masak sendiri. Nanti lo makan, ya," ucap Naura.
Yang diajak bicara hanya memperhatikannya dalam diam.
Tiga puluh menit kemudian, Naura memasangkan kembali sepatu Abiyu. Abiyu mencoba berdiri dan merasakan kakinya yang sedikit membaik.
Ia mengembangkan senyumnya.
"Udah, ya, gue pamit," ucap Naura meraih tasnya.
"Eh, tunggu," Abiyu menahan langkah Naura. "Makan bareng sama gue aja."
Gantian, Naura yang mengernyitkan dahinya.
"Sama lo?"
"Gak maksa, sih. Kalo gak mau yaudah."
Sudah berdiri, kini Naura duduk kembali. Dan, membuka rantang makanannya satu per satu.
Abiyu tersenyum kecil.
"Katanya gak mau?" celetuk Abiyu.
"Siapa yang bilang gak mau?"
Naura mulai menyantap makanannya dengan lahap. Sampai tidak sadar bahwa ada noda di pipinya.
Abiyu tertawa kecil. Ia meraih tissue yang ada di atas meja dan mengusap pipi Naura dengan tissue.
Naura menoleh kaget.
"Ada noda. Jangan salah paham," celetuk Abiyu.
Keduanya pun kembali melanjutkan makan siang mereka. Dengan keheningan dan tanpa sepatah kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Together
Teen Fiction"Dia tuh, cuma keliatan kuat di luarnya doang. Dalemnya mah sebenernya berantakan. Mata ketawanya dia, bahkan jauh lebih menyakitkan dari airmatanya. Dia sebenernya cuma pura-pura baik-baik aja. Sebenernya mah, rapuh dan hancur. Karena ngerasa gak a...