5

636 25 0
                                    

***

Naura kembali ke Rumah Sakit setelah mengganti bajunya. Di sana, ia melihat sang Adik yang masih terbaring lemas setelah operasi. Pandangan matanya berganti, ke arah sang Ibu yang tersenyum bahagia melihat anaknya berhasil melewati masa kritis selama operasi.

Segala riuh sesak yang Naura rasakan di dada, kini berganti jadi perasaan bahagia.

Meski jalan hidupnya berat, bebannya banyak, namun ia terus berusaha untuk menyenangkan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Terdengar egois memang, mementingkan bahagia orang lain, tanpa pernah mau melihat ke dalam diri sendiri bahwa ada sosok yang juga patut dibahagiakan, yaitu kita sendiri.

"Bu," panggil Naura.

Ningsih menoleh ke arah Naura dan menyambut kepulangan sang anak dengan bahagia.

"Ibu udah makan? Makan dulu, yuk."

Ningsih mengangguk.

-

Keduanya pun makan di kantin Rumah Sakit. Naura terus memandangi wajah sang Ibunda yang tidak hentinya tersenyum.

"Ibu lagi bahagia banget, ya?" tanya Naura.

"Iya, Nak. Akhirnya kita bisa liat Dinda sembuh," jawab Ningsih dengan mata berkaca.

Naura menyentuh tangan sang Ibu, kemudia berkata,"Naura juga seneng kalo bisa liat Ibu dan Dinda bahagia."

Ningsih membalas tatapan sang anak yang ada di depannya,"Tapi, kamu juga harus bahagia, ya, Nak. Jangan selalu memikirkan orang lain terus."

Naura mengangguk,"Asalkan kalian bahagia, Naura juga bahagia."

Sang Ibu tersenyum tulus pada anak perempuan pertamanya.

"Naura, bagaimana kerjaan di kantor kamu? Baik-baik aja?" pertanyaan sang Ibu nyaris membuat Naura tersedak.

"Ba-baik, bu," jawabnya bohong.

"Syukurlah kalo baik-baik aja. Sekarang Ibu tenang karena kamu sudah mendapatkan pekerjaan yang baik," ucap Ningsih.

Naura mengalihkan pandangannya, tak sanggup lama-lama menyimpan kebohongan di dalam matanya.

"Semoga kerjaan kamu selalu diberi kelancaran ya, Nak."

Naura menangguk. Pandangannya menunduk. Menutupi buliran airmata yang sudah sampai pelupuk.

TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang