12

520 23 0
                                    

***

"Besok adalah pernikahan kamu. Suka atau tidak, kamu harus terima itu," ucap Amzari pada Abiyu.

Abiyu acuh, ia tidak merespon Amzari. Ia hanya menyantap hidangan makan malamnya.

"Kamu dengar, Bi?"

Ia masih tidak menjawab.

Nani menyadarkan Abiyu untuk membalas perkataan sang Ayah.

"Abi udah selesai makan, Abi pamit, ya, Mah," ucap Abiyu pada Nani.

"ABIYU!" teriak Amzari pada Abiyu yang mengabaikannya.

"BESOK KAMU AKAN MENIKAH. SEMUA TAMU UNDANGAN SUDAH PAPAH ATUR. KALO KAMU MASIH MAU MENJADI BAGIAN DARI KELUARGA AMZARI, KAMU NURUT," pekik Amzari.

Abiyu hanya tersenyum sinis dan meninggalkan Amzari.

-

Abiyu mematikan mesin mobilnya. Ia sempat terkejut melihat ada mobil lain yang terparkir di rumahnya. Sesaat kemudian, ia baru menyadari kehadiran Naura.

"Mba Naura sudah sampai dari pagi tadi, mas," sambut Didi.

"Makasih, Di."

"Mau saya siapkan makan malam, mas?"

"Gak usah, saya udah makan tadi."

Didi mengangguk.

"Naura udah makan?"

"Sudah, mas. Tadi saya antarkan makanan ke kamarnya."

"Gaunnya dia udah dateng?"

"Sudah juga, mas Abi. Tapi, belum sempat dicoba karena tadi mba Naura tertidur."

"Oke. Saya ke kamar dulu, ya."

Didi mengangguk.

Saat Abiyu menaiki anak tangga, ia terpikir untuk lebih dulu mengetuk kamar Naura yang berada di sebelahnya.

Namun, ia mengurungkan niatnya.

Ia mengeluarkan selembar kertas dari tasnya dan menuliskan sesuatu di atas kertas tersebut.

Tak berapa lama kemudian, ia menyelipkan kertasnya di bawah pintu kamar Naura.

Barulah ia masuk ke kamarnya untuk beristirahat.

-

Di dalam kamar barunya, Naura menangis dalam diam. Sambil ia menatap langit malam dari jendela kamarnya, ia meratapi dirinya yang begitu hina.

Ia melukai harga dirinya sendiri dengan cara sepertiini. Ini bukan maunya. Bukan keinginannya. Tapi, keadaan yang memaksanya. Iaterluka. Tapi, dunia tidak memperdulikannya.

TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang