"Aku punya banyak fans. Dan, sebagian besar dari mereka enggak suka kalau aku punya pacar," Ares menjelaskan tanpa diminta. Dia bisa membaca raut heran di wajah Adisti. "Biasanya cewek yang dekat denganku bakal jadi sasaran empuk haters."
Adisti mengangguk paham. "Kalau melihat yang bakal diposting itu cuma tangan dan punggungku, aku ragu bakal ada yang ngenalin itu fotoku. Jadi, kalau ada yang komentar enggak enak, aku bisa pura-pura itu enggak ditujukan ke aku."
Ares meneguk ocha untuk mendorong potongan sushi yang selesai dikunyahnya. "Ini baru permulaan. Kita harus bikin netizen penasaran. Kalau langsung posting foto wajah kamu, enggak seru. Sensasinya kurang booming. Kita mesti bermain cantik. Merancang skenario yang rapi. Akan tiba saatnya nanti wajah kamu terlihat. Sampai saat itu tiba, kamu bisa menyiapkan diri.
***
Mereka berpisah di restoran itu. Ares menyuruh dua orang bodyguard-nya mengantar Adisti, Nafa, dan Jon pulang.
"Duh, seru banget, ya, pengalaman hari ini!" Nafa mengempaskan tubuhnya ke karpet yang terhampar di ruang tamu rumah kos mereka. Selain karpet lengkap dengan bantal-bantal besar, di ruang tamu itu juga tersedia sofa dan televisi. Fasilitas yang bisa dimanfaatkan anak-anak kos untuk menerima tamu.
Adisti dan Nafa tidak ingin beristirahat sebelum membahas tuntas keseruan hari ini. Berhubung Jon tidak bisa ikut ke kamar (pastinya ...), maka mereka memutuskan mengobrol di ruang tamu ditemani beberapa bungkus keripik kentang dari stok camilan Adisti dan Nafa.
"Emang rezeki enggak bakal ke mana," lanjut Nafa. "Gue enggak nyangka banget bisa ketemu Ares. Gayanya enggak angkuh, kok, Dis."
"Segitu menurut lo enggak angkuh?" Adisti heran dengan penilaian Nafa. "Gayanya kalau bicara itu, lho. Sok cuek banget."
"Yaaah ..., agak. Sedikit," Nafa berkompromi. Agak ngeri dia menerima tatapan tajam Adisti dan Jon yang tidak setuju dengan pendapatnya tentang Ares. "Tapi ..., berhubung dia artis ngetop, wajar, 'kanm kalau sedikit sombong?"
"Predikat artis terkenal enggak bikin lo bebas berlaku sesuka hati, Na," Jon menimbrung, mencoba mengembalikan logika ke benak Nafa yang dipenuhi kekaguman terhadap Ares.
"Iya, sih ...," Nafa mengakui kebenaran kata-kata temannya. "Tetap aja gue senang ketemu dia. Dapet tanda tangan lagi." Nafa memamerkan buku catatan kuliahnya yang kini berhias tandatangan Ares. For Nafa, with love, begitu tulisan di bawah tanda tangan itu. Membuat Jon bernafsu ingin melontarkan protes.
"Ngomong-ngomong, emang lo udah siap bikin sensasi kayak gitu, Dis?" Jon mengalihkan pandangannya kepada Adisti yang sedang memain-mainkan bantal.
"Hmm ..., siap enggak siap, sih, Jon. Gue enggak bisa nolak. Ini usulan dari Big Boss manajemen gue. Dia yang atur. Lagi pula, ini untuk kepentingan karier gue."
"Lo selalu bisa menolak semua usulan orang lain. Apalagi ini menyangkut kehidupan pribadi lo. Gue enggak bisa bayangin haters bakal nyerbu media sosial lo. Terus lo nggak bebas pergi ke mana-mana lagi. Diserbu fans kayak tadi Ares diserbu penggemarnya."
Adisti meringis. "Gue, sih, sebenarnya suka banget sama dunia akting. Tapi, kalau memikirkan risikonya, kok kedengarannya mengerikan banget, ya?"
"Aaah ..., tenang aja, Dis! Enggak seburuk itu, kok," potong Nafa sok tahu. Jangan sampai Adisti mundur dari proyek love scenario ini. Bisa bahaya. Kan jadi susah baginya untuk bertemu Ares lagi. "Jon, jangan lebai! Bikin takut Adisti aja! Gini, deh, semua orang itu pasti ada yang suka dan enggak suka. Sama saja dengan artis. Wajar. Itu bentuk keseimbangan dalam hidup. Enggak semua orang senang sama kita, 'kan? Bedanya cuma jumlah penggemar dan haters para artis itu lebih banyak. Dan, kehidupan mereka lebih terekspos."
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Dewi Muliyawan - Love Scenario
RomanceAdisti sedang merintis karier di dunia hiburan. Di sela-sela kesibukannya kuliah, dia rajin ikut casting. Sayang, Adisti yang sesungguhnya punya bakat besar dalam seni peran belum menemukan keberuntungan. Hanya beberapa peran kecil yang dia dapatka...