Bab 13: Permohonan Isabel

1.8K 271 16
                                    


Gerbang rumah Ares terbuka secara otomatis. Mobil yang dikemudikannya meluncur masuk dan berhenti di sisi taman. Ares mematikan mesin, menghela napas panjang melihat mobil yang sudah terparkir di depannya. Mobil yang sangat dia kenali, tetapi saat ini sangat tidak dia harapkan kedatangannya. Sedan Isabel. Ares langsung mencatat dalam hati untuk segera menginformasikan ke seluruh pekerja di rumahnya, terutama satpam penjaga gerbang, supaya melarang Isabel masuk. Bukan bermaksud jahat, tetapi Ares sedang tidak ingin menerima tamu malam ini. Tubuhnya yang lelah sudah menuntut istirahat.

Setengah hati, dia keluar dari mobil dan melangkah masuk. Kalau saja tadi Ares tahu ada Isabel di rumahnya, lebih baik dia tidak jadi pulang. Lebih baik dia beristirahat di hotel atau apartemen miliknya.

Saat pintu terbuka, langsung terlihat Isabel duduk manis di sofa. Kulitnya yang putih dan gaunnya yang berwarna pink tampak kontras di atas sofa hitam. Entah sudah berapa lama Isabel menanti di sana. Namun, seperti biasa rambutnya selalu tertata rapi dan tata rias wajahnya masih sempurna. Dia duduk menyilangkan kaki dengan anggun. Penampilan Isabel persis foto model yang siap berpose untuk acara pemotretan majalah.

Melihat Ares datang, dia segera berdiri dan mendekat. Aroma parfumnya menyerbu indra penciuman Ares. "Hai, Ares. Baru pulang?" sapa Isabel lembut dengan suara semanis madu. Desahan lembut dalam suaranya pernah sangat dirindukan Ares.

Ares menghindar dengan halus dan mengempaskan tubuhnya ke sofa. "Yah, begitulah. Biasa, setiap hari juga begini. Sudah lama di sini, Bel?"

Isabel mengikuti duduk di sisi Ares. Begitu dekat hingga bahu mereka hampir menempel. "Ah, enggak penting berapa lama aku menunggu. Dari dulu juga aku sering nungguin kamu syuting, rekaman, atau show. Aku enggak pernah keberatan nunggu kamu. Yang penting, sekarang kita bisa ketemu, 'kan?"

Merasa Isabel duduk terlalu dekat, Ares menggeser duduknya. Membuat jarak yang nyata. "Ada yang bisa kubantu?" tanyanya terus terang. "Kebetulan, aku agak lelah. Mau buru-buru istirahat."

"Ah, kamu jahat!" Bibir Isabel merengut manja. "Kan kita udah lama enggak ketemu. Aku pengin ngobrol banyak tentang kita berdua. Aku ... aku kangen."

"Mmm ..., Bel, sori, bukannya kita udah putus, ya?" tanya Ares berhati-hati, berusaha tidak menyakiti Isabel. Bagaimanapun, Ares pernah menyayangi Isabel. Namun, Ares juga merasa harus tegas supaya Isabel memahami status mereka berdua saat ini bukan lagi pacar. "Jadi, aku rasa kurang pantas kalau kita ngobrol malam-malam kayak gini."

"Res, kamu tahu kan aku enggak serius minta putus waktu itu. Sebenarnya, aku sama sekali enggak mau pisah. Aku kan sayang banget sama kamu." Mata Isabel berkaca-kaca. Kesedihan terpancar jelas di wajahnya. Sebenarnya, Ares juga tidak tega memandang wajah cantik di depannya ini menahan tangis. Namun, dia tahu Isabel akan melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginannya, termasuk memohon dan menangis. Seharusnya, Isabel juga menjadi aktris karena dia sangat pandai berakting. Sudah berkali-kali Isabel memutuskan hubungan dengan Ares, lalu dengan mudah pula dia memelas meminta Ares untuk kembali lagi. Begitu entengnya putus-sambung, mempermainkan perasaan Ares.

"Tapi, aku serius, Isabel. Hubungan kita selama ini enggak sehat. Kita sering bertengkar, enggak kenal waktu. Putus-sambung setiap saat. Aku kira ini saat yang tepat buat kita untuk saling introspeksi. Mencoba mengerti apa yang kita mau."

Isabel menggenggam tangan Ares erat. "Please ..., please, Res. Maafin aku, ya. Aku janji enggak bakal marah-marah lagi. Janji enggak bakal gampang minta putus. Tolong, kita jangan putus, ya ...." Kini, titik-titik air mata mengalir di pipi Isabel.

Helaan napas Ares terdengar berat. "Untuk saat ini, aku belum bisa, Bel. Lebih baik kita berteman dulu."

"Enggak!" jerit Isabel. Ares kaget. Di rumah yang sepi ini, teriakan Isabel terdengar lima kali lebih keras. "Kamu enggak mau kita pacaran lagi gara-gara ada dia, 'kan?" Isabel memelotot. Jarinya menuding dada Ares.

"Dia?" Terheran-heran dengan perubahan sikap Isabel yang drastis dari sedih mengiba menjadi marah berapi-api, Ares bertambah yakin untuk tidak menyambung kembali hubungan mereka.

"Jangan pura-pura bodoh, Res!" bentak Isabel. "Adisti, 'kan, yang bikin kamu pengin putus? Kamu emang pintar manfaatin situasi. Kamu mancing emosi aku supaya aku yang bilang putus duluan, terus kamu bebas pacaran dengan dia, 'kan?"

"Bel ...." Ares menyentuh lengan Isabel. Dia berusaha menenangkan cewek di depannya. Jangan sampai Isabel histeris di rumahnya. Bisa panjang urusannya nanti. "Itu sama sekali enggak benar. Kamu tahu pasti waktu kita putus, aku belum kenal Adisti."

"Emang. Tapi, saat aku ke Eropa, kamu kenalan sama dia, 'kan? Itu yang bikin kamu mau putus permanen sama aku. Dasar playboy murahan!" maki Isabel. "Dengar, Res. Aku serius. Putusin hubungan kamu dengan cewek kampung itu."

"Bel, jangan bawa-bawa Adisti. Dia enggak tahu apa-apa." Ares nyaris terpancing emosi. Isabel bermasalah dengan dirinya. Tidak sepantasnya cewek itu membawa-bawa Adisti ke dalam masalah ini.

"Lihat, bahkan di depan aku kamu terang-terangan memihak dia. Padahal kamu baru kenal sama dia. Aku yang udah lama jadi pacar kamu, Res. Aku! Seharusnya kamu bela aku."

Jari-jari Ares mengurut dahinya yang mendadak pening. Bicara dengan Isabel memang sulit. Berputar-putar tak berujung seperti lingkaran. "Bel, please. Sebaiknya kamu pulang sekarang. Aku perlu istirahat."

"Jadi, sekarang kamu ngusir aku?" Isabel berdiri. lalu mengentakkan kakinya keras-keras, persis seperti anak kecil yang keinginannya tidak terpenuhi. "Kamu bakal nyesal, Ares. Sangat menyesal. Aku udah peringatin. Dan, cewek itu juga bakal nerima akibatnya. Aku bakal bongkar semua rahasia kita. Ingat itu!"[]



AUTHOR'S NOTE:

Wah, Isabel marah banget ya, gara-gara Ares tetap enggak mau balikan? Hati-hati, lho, Res. Isabel enggak bakal tinggal diam. Dia bakal berusaha sekuat tenaga ngusir Adisti dari hidup kamu.

Kira-kira, apa tindakan Isabel nanti? Kasih tahu Ares dan Adisti lewat komen, yuk, supaya mereka bisa waspada ....

[CAMPUS COUPLE] Dewi Muliyawan - Love ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang