Bab 17: Kebohongan Isabel

1.7K 241 38
                                    

Jeda antar jam kuliah yang hanya satu setengah jam itu memang serba tanggung. Mau pulang, hanya bisa sebentar saja di kamar kos. Malah berbahaya. Bisa-bisa ketiduran dan akibatnya bolos kuliah. Yang paling aman pastinya menunggu di kampus. Namun, menunggu terlalu lama tanpa kegiatan juga membosankan. Untuk membunuh rasa bosan, Adisti, Nafa dan Jon memutuskan pergi ke warung rujak di dekat kampus.

Awalnya, Jon menolak. Dia tidak mengerti kenikmatan memakan buah-buahan yang super asam seperti mangga dan kedondong. Namun, Adisti dan Nafa sudah memasang ekspresi seperti ibu-ibu hamil yang sedang mengidam rujak. Jadilah Jon ikut dengan dua sahabatnya ke tempat itu.

"Kapan jadwal latihan lagi, Dis?" Nafa bertanya sambil mendesah kepedasan. Entah berapa potong cabai yang dimasukkan si abang rujak ke bumbunya. Namun, justru disitulah seninya makan rujak. Bahkan, Adisti yang biasanya suka makanan pedas pun berkali-kali meminum air mineral dari tumblernya untuk menetralkan lidah dan bibirnya yang terasa panas tersengat bumbu rujak.

"Duh, lo semangat amat, sih, ikut latihan," jawab Adisti sambil mengusap bibirnya dengan tisu. Tangannya kembali mencomot sepotong kedondong, lalu mencelupkannya ke bumbu rujak. Tidak kapok dengan rasa pedas yang mengigit lidahnya. "Besok kayaknya."

"Asyik ... asyik! Eh, Rama yang gitaris pasti datang, dong, ya? Keren banget tuh anak."

"Pasti datanglah. Bisa ngamuk Ares kalau anak band ada yang bolos tanpa alasan. Katanya, latihan itu kunci untuk penampilan yang sukses."

Jon duduk saja sambil mendengarkan sahabat-sahabatnya itu mengobrol di tengah desah kepedasan. Dia asyik memainkan ponselnya sambil menikmati segelas jus semangka yang manis. Panas-panas begini pastinya lebih adem minum jus semangka. Tidak perlu bermandi peluh seperti Adisti dan Nafa. Jon baru mengangkat wajahnya saat mendengar kata-kata Nafa.

"Eh, lihat, tuh, nenek sihir datang lagi." Nafa mengedik ke jendela di depan mereka.

Uhuk! Adisti tersedak sambal. Rasanya sungguh tidak enak. Rasa panas dan pedassampai terasa di hidung. Cepat dia meneguk air putih kembali, lalu mengikuti arah pandangan Nafa. Penasaran dengan orang yang mendapat julukan nenek sihir dari sahabatnya itu.

OMG, ternyata Isabel.

"Sadis lo, cewek cakep kayak gitu dibilang nenek sihir," protes Adisti sambil buru-buru mengelap tangannya yang berlumur bumbu rujak dengan tisu basah hingga bersih.

"Cantik sih cantik, tapi gayanya sinis dan sadis kayak nenek sihir." Nafa terkikik geli sendiri. "Eh, dari mana dia tahu kalau kita di sini?"

"Tadi dia nge-LINE gue. Katanya mau ketemu. Ada hal penting yang mau dibicarakan. Ya udah, gue suruh nyusul ke sini."

"Mau apa lagi, sih, dia? Bukannya lo udah bilang kalau lo sama Ares enggak ada hubungan apa-apa?" Kening Nafa berkerut. Jelas-jelas dia tidak menyukai Isabel. Cantik, tetapi manipulative, menurutnya.

Adisti belum sempat menjawab pertanyaan Nafa karena Isabel sudah keburu memasuki warung.

"Hai, Semua!" Dia melambai dengan anggun. Benar-benar bak seorang supermodel yang sedang meet and greet dengan para penggemarnya.

"Hai!" Adisti bangkit, mengulurkan tangannya. Nafa hanya melambaikan tangannya yang masih berlumuran bumbu rujak. Dia sengaja tidak membersihkan tangannya untuk menghindari acara bersalaman dengan Isabel.

"Dis, ngobrol bentar, yuk!" ajak Isabel sambil melirik judes secara diam-diam ke arah Nafa. Rupanya, Isabel bisa membaca rasa tidak suka Nafa. Dan, Isabel pun terang-terangan menampakkan ekspresi tidak suka kepada cewek itu.

"Oh, oke." Adisti buru-buru bangkit. Berada di tengah cewek-cewek yang tidak ragu menunjukkan aura permusuhan ini membuatnya serbasalah. Bagaimanapun, Isabel tidak pernah berbuat jahat kepadanya, jadi agak sulit bagi Adisti untuk bersikap tidak ramah.

[CAMPUS COUPLE] Dewi Muliyawan - Love ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang