Bab 24: Konfrontasi

1.6K 240 37
                                    


Isabel duduk menyilangkan kakinya. Punggungnya tegak, tetapi bahunya tampak rileks. Keanggunan Isabel menguar kuat. Bibirnya memamerkan senyum yang terhenti saat matanya memandang Adisti.

Tatapan Isabel langsung mengingatkan Adisti kepada kejadian di restoran itu. Panik dan takut datang menyergap. Perlakuan Isabel di tempat tertutup saja mampu membekaskan luka di hatinya. Apalagi jika terjadi kembali di depan begitu banyak orang seperti di studio TV ini.

Adisti mengambil napas panjang dan setengah mati mengatur emosinya, ini siaran langsung. Dia tidak ingin terjadi hal yang memalukan. Tiba-tiba, Adisti merasakan Ares menggeser duduknya hingga lebih dekat. Rapat.

Rupanya, Ares bisa melihat kepanikan Adisti dan segera bertindak. Tanpa perlu mengeluarkan kata-kata, hanya dengan melihat gerak tubuh Adisti dan ekspresi di wajahnya, Ares bisa menebak apa yang tengah dirasakan Adisti. Apalagi insiden di restoran itu belum lama terjadi. Ares tahu dia harus melindungi Adisti dan meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Adisti menoleh dan mata mereka bersitatap. Mata cowok itu memancarkan perlindungan. Tangannya yang hangat menggenggam jari-jari Adisti yang dingin karena pengaruh rasa panik juga semburan AC studio. Kehangatannya mengalir melalui kulit mereka yang bersentuhan. Mereka terus berpandangan hingga Adisti merasa hanya ada mereka berdua di ruangan ini. Keriuhan studio sejenak menghilang; lampu-lampu sorot dan kamera, yang serupa dengan mata pengintai, lenyap. Hanya ada mereka, dan ini yang paling penting. Perasaan tidak aman, takut, dan panik memang sering menjadi pendorong hingga kita merasa lebih dekat lagi dengan seseorang. Itulah yang Adisti rasakan saat ini. Sayang, momen indah itu terputus tiba-tiba oleh suara Nesya.

"Selamat datang, Isabel!" sapa Nesya begitu renyah dan riang. Tipe suara yang bisa menularkan keceriaan. Tidak salah memang dia menjadi host laris yang dipercaya memandu berbagai acara televisi. "Terima kasih sudah bergabung bersama kami. Nah, informasi buat kalian," Nesya menghadap kamera yang sedang mengambil gambarnya secara close up, "Isabel ini adalah sahabat dekat Ares. Jadi, hari ini Isabel akan berbagi kisah-kisah romantis antara Ares dan Adisti. Bukan begitu, Isabel?"

Adist dan Ares kembali berpandangan. Sahabat dekat? Itu sejenis istilah yang memiliki banyak arti.

Bibir Isabel baru saja membuka untuk melontarkan jawaban atas pertanyaan Nesya, tetapi batal karena Nesya menyela, "Eiiits, jangan dijawab dulu, karena kita akan kembali setelah pesan-pesan berikut."

Kamera masih sempat menangkap tawa kecil Isabel diiringi tepuk tangan penonton yang menggemuruh. Pemirsa di rumah bisa sejenak melepaskan pandangan dari layar TV yang sekarang sedang menayangkan deretan iklan berbagai produk.

Ares berdiri dan menghampiri Timothi. Karena Ares tidak melepaskan genggamannya, Adisti terpaksa mengikuti. Dia berdiri di samping Ares ketika cowok itu melontarkan protes keras.

"Apa-apaan ini? Saya keberatan. Kenapa tidak ada yang konfirmasi ke saya soal bintang tamu yang akan hadir?" Suara Ares datar tetapi tegas. Setiap kata diucapkan dengan jelas, menuntut jawaban.

Timothi tampak kaget mendengar protes keras Ares. Buru-buru dia berdiri. "Sori, Res. Kami enggak bermaksud buruk. Cuma pengin bikin gimik. Kejutan supaya acaranya jadi lebih seru."

"Tapi, enggak gini caranya!" Berto sudah berdiri di atas panggung dan ikut buka suara.

"Anda siapa, ya? Penonton dilarang naik ke panggung!" Nesya memperingatkan dengan nada tinggi. Mereka semua berdiri sekarang. Hanya Isabel yang masih duduk dan mengamati dengan ekspresi puas karena berhasil menyebabkan semua kerusuhan ini

"Saya pemilik agensi yang mengurus Ares dan Adisti," jawab Berto.

"Mana bagian kreatifnya?" Mata Ares mencari-cari di kursi penonton. Memandang orang-orang berseragam kru TV yang berada di balik kamera dan di sekitar panggung. Suasana mulai ribut. Kordinator sibuk menenangkan para penonton yang sudah berdiri karena ingin melihat lebih jelas. Kru TV saling melirik dan bicara. Semua kebingungan dengan kejadian yang tidak terduga ini.

[CAMPUS COUPLE] Dewi Muliyawan - Love ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang