"Yeees ..., pantai ...!" Seperti biasa, Nafa menjadi orang yang paling bersemangat setiap kali menjalani love scenario ini. Begitu dikabari rencana pergi untuk foto-foto saja dia sudah tidak bisa tidur semalaman. Persis seperti anak kecil yang dijanjikan untuk pergi piknik.
"Ah, gara-gara pantai, gagal deh rencana nonton," Jon malah menggerutu dengan mata masih mengantuk. Dia memang paling malas pergi-pergi, apalagi piknik ke tempat yang agak jauh. Capek, katanya.
"Sori, ya, Jon." Adisti jadi tidak enak. "Gue janji, deh, besok kita jadi nonton."
"Iya, Jon. Tenang. Nonton itu bisa kapan aja. Kalau ke pantai kan jarang. Udah lama nih gue enggak mantai," Nafa membujuk.
"Terakhir kali gue ke pantai juga waktu SMP," balas Adisti. "Lo kapan terakhir kali ke pantai, Jon?"
"Ah tiap libur semesteran juga gue ke pantai. Kan rumah orangtua gue di Bali. Lo aja yang enggak pernah mau kalau gue ajak liburan ke rumah gue." Jon duduk bersandar di sofa dengan mata terpejam. Sumpah, jika bukan demi Nafa dan Adisti, dua sahabatnya ini, Jon pasti memilih melanjutkan tidurnya. Demi apa coba pagi-pagi begini dia sudah siap di rumah kos Adisti, menunggu Ares menjemput? Katanya mereka akan pergi ke pantai untuk keperluan pemotretan. Ck, pemotretan melulu, Jon berpikir setengah mengantuk.
"Kapan coba lo pernah ngajak kami liburan ke Bali? Yang ada begitu hari pertama liburan lo langsung ngacir pulang. Untung ada Ares yang ngajak kita jalan-jalan sekarang. Aduh, mimpi apa sih lo, Dis? Beruntung banget dapet cowok keren, terkenal, baik lagi."
Mata Jon terbuka lebar mendengar Nafa mengumbar puja dan puji untuk Ares. Dia tidak rela sama sekali artis itu mendapatkan pujian sebanyak itu. Memangnya Nafa tidak sadar apa bahwa selama ini Jon-lah yang menjadi sahabat terbaik mereka? Yah, walaupun dia tidak pernah mengajak Nafa dan Adisti jalan-jalan. Kan lebih enak di rumah. Rebahan sambil main ponsel.
Adisti tertawa kecil. "Inget, lho, Na. Ares itu bukan cowok gue. Ini semua cuma skenario yang dibuat Mas Berto demi mendorong karier gue di dunia hiburan."
Nah, kata-kata Adisti itu baru benar, Jon kembali memejamkan matanya. Memang Nafa saja yang terlalu silau dengan kebintangan Ares.
Adisti memeriksa tasnya, memastikan tidak ada yang ketinggalan. Peralatan make-up, sisir (rambutnya pasti lebih mudah berantakan ditiup angin pantai), beberapa blus ringan dan celana pendek, untuk jaga-jaga supaya bisa menyesuaikan dengan kostum yang dipakai Ares nanti.
Bunyi klakson terdengar di depan gerbang. Nafa yang sedari tadi terus-terusan mengintip dari balik tirai langsung melonjak. "Itu mereka datang!" Dia menyambar tasnya, lalu buru-buru membuka pintu dan berlari keluar, tidak sabar untuk bertemu Ares, sang bintang. Adisti mengikuti di belakangnya. Jon melangkah terakhir dengan langkah diseret.
"Hai ...!" Karel keluar dari mobil. Penampilannya segar pagi ini, dengan kaus putih dan celana Bermuda, serta sepatu santai.
"Hai, Karel ...! Ares mana?" Nafa melongok ke dalam mobil. Matanya mencari-cari, seakan Karel sudah menyembunyikan Ares di bagian tertentu dalam mobilnya.
Karel tertawa kecil melihat kelakukan Nafa. "Oh, sori, Na. Ares enggak ikut jemput. Kita ketemu Ares di lokasi langsung, ya."
Nafa mengangguk-angguk, berusaha menutupi kekecewaannya karena gagal berjumpa Ares pagi ini. Tapi, enggak masalah, pikirnya dalam hati, menghibur diri sendiri. Nanti mereka juga akan bertemu di pantai.
***
"Mana pantainya, Rel? Gue udah enggak sabar mau bikin istana pasir, nih!" seru Nafa. Dari tempat parkir mobil, mereka berjalan menyusuri dermaga. Jon memandang kagum beberapa yacht yang terparkir di situ.
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Dewi Muliyawan - Love Scenario
RomanceAdisti sedang merintis karier di dunia hiburan. Di sela-sela kesibukannya kuliah, dia rajin ikut casting. Sayang, Adisti yang sesungguhnya punya bakat besar dalam seni peran belum menemukan keberuntungan. Hanya beberapa peran kecil yang dia dapatka...