"Jadi, kalian ...?" Nesya menunjuk Isabel dan Adisti bergantian. Dia terpancing bertanya lebih lanjut. Naluri ingin tahunya tidak bisa dibendung. Ini berita eksklusif, acara pertama yang menayangkan cerita cinta Ares yang selama ini tersembunyi.
Ares tampak geram, sedangkan wajah Adisti memucat. Bukan hanya hubungannya dan Ares yang Adisti pikirkan jika love scenario di antara mereka dibongkar habis-habisan seperti ini. Pihak-pihak yang menawarkan pekerjaan kepada mereka pasti juga terpengaruh. Bagaimana jika ada pembatalan penawaran atau bahkan kontrak? Bisa panjang urusannya.
"Yah, kami pacaran." Jawaban Isabel terdengar begitu meyakinkan. Langsung, tanpa basa-basi atau kata-kata pemanis. Wajahnya tampak serius dan tenang. Tidak tersisa sedikit pun jejak Isabel yang emosional dan dengan penuh kekejian memaki Adisti. Seharusnya, Isabel bisa mempertimbangkan karier di dunia seni peran dengan keahliannya berganti-ganti kepribadian.
Seruan kaget terdengar dari para penonton.
Wajah Adisti memucat. Hilang sudah rona merah di pipinya. Dia panik karena Isabel siap membuka rahasia mereka sampai tuntas. Gawat! Seribu kali gawat. Adisti merasa akan dipermalukan habis-habisan. Untung saja genggaman Ares pada jari-jarinya semakin kuat. Adisti melirik wajah tegas di sampingnya. Dia melihat kemarahan tergurat di wajah Ares yang kini menatap Isabel tajam.
"Jadi, abis putus sama kamu, Ares pacaran dengan Adisti?" Rasa penasaran mendorong Timothi mengabaikan protes Dina.
"Kami belum putus. Adisti orang ketiga dalam hubungan kami. Gara-gara dia, Ares ninggalin aku." Kata-kata Isabel lantang dan jelas. "Perebut pacar orang, itulah julukan yang pantas buat dia!"
Seisi studio terdiam. Bahkan, Dina terpaku dengan posisi tangan terangkat. Tadinya, dia sedang melambai-lambai, berusaha menarik perhatian Timothi dan Nesya untuk mengendalikan dan mengembalikan topik obrolan kepada hal-hal yang ringan saja. Tentang hobi atau makanan kesukaan. Tentang film atau lagu terbaru Ares. Apa pun, asal bukan tentang asmara Ares yang kelihatannya sangat rumit ini.
"Jadi—" Nesya, yang masih mengabaikan Dina, berniat mengorek keterangan lebih lanjut dari Isabel.
"Cukup!" Ares berkata tegas. Melihat wajah pucat Adisti, Ares memutuskan untuk menghentikan acara ini. "Ayo, Dis," Ares menggandeng Adisti menuju pintu keluar.
"Res, Res, tunggu!" Dina mengejar. "Please, jangan pergi sekarang. Tunggu sampai acara selesai sebentar lagi."
"Enggak, Din. Gue udah nebak semua ini akan terjadi. Seharusnya gue berhenti dari tadi."
"Kalau gitu, kita klarifikasi omongan Isabel langsung. Jangan biarin penggemar kamu nerima berita yang enggak benar," Dina masih berusaha membujuk.
"Gue sama Adisti enggak bisa nerima perlakuan kayak gini. Gue tunggu permintaan maaf resmi dari acara ini dan stasiun TV." Ucapan Ares menghentikan perdebatan. Dina sadar keputusan Ares sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat lagi
***
"Kamu mau pulang?" tanya Ares kepada Adisti yang duduk di sampingnya. Mobil yang mereka kendarai melaju membelah jalanan. Suasana masih muram. Kekacauan di acara talkshow tadi masih membebani Adisti. Juga kekecewaan karena acara live pertama mereka bersama tidak berjalan mulus.
Adisti menggeleng. "Aku mau pergi ke suatu tempat yang jauh dari keramaian." Matanya menerawang menembus jendela. Seakan melihat ke suatu tempat khayalan. Tempat yang tenang tanpa persoalan.
Dia belum ingin pulang. Jon dan Nafa pasti menonton acara tadi. Adisti masih enggan bertemu dua sahabatnya. Pertahanan emosinya pasti jebol. Sesi curhat sambil menangis pasti terjadi. Dia ingin menenangkan diri dulu sebelum menghadapi semua itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Dewi Muliyawan - Love Scenario
RomanceAdisti sedang merintis karier di dunia hiburan. Di sela-sela kesibukannya kuliah, dia rajin ikut casting. Sayang, Adisti yang sesungguhnya punya bakat besar dalam seni peran belum menemukan keberuntungan. Hanya beberapa peran kecil yang dia dapatka...