"Tumben lo nggak dijemput, Dis." Jon melirik Adisti yang duduk di sampingnya. "Biasanya kalau ada acara yang berhubungan dengan Ares, pasti mobilnya siap sedia antar jemput," komentar Jon sambil memindahkan persneling. Mobilnya bergerak meninggalkan lapangan parkir PINUS. Hari ini hanya ada dua mata kuliah sehingga mereka sudah bebas tugas selepas makan siang. Tepat dengan jadwal Adisti latihan bersama Ares.
"Iya, nih, kita jadi batal naik Alphard, deh," cetus Nafa dari kursi belakang.
"Jadi, lo maunya naik Alphard? Sekarang udah keberatan naik mobil gue?" Jon memandang Nafa dengan sinis dari kaca spion tengah.
"Ih ..., baper banget, sih, Jon! Sensi kayak bayi."
"Karel tadi nelepon gue, katanya enggak bisa jemput karena ada keperluan, soal urusan kostum atau apa gitu," ucap Adisti, melerai debat sahabatnya. "Thanks banget, ya, Jon. Untung ada lo yang bisa nganterin."
"Tapi, gue enggak tahu studionya sebelah mana."
"Bukannya lo sering main musik sama teman-teman lo?" tanya Nafa.
"Iya, sih, tapi biasanya gue main di studio musik dekat kampus yang sewanya murah. Kalau lihat alamatnya, sepertinya studio Ares ada di di kawasan elite, deh. Sewanya pasti mahal."
"Kita cari pakai Waze aja," usul Adisti. "Gampang pasti cari studio musik yang ngetop kayak gitu."
"Jon, kayaknya itu, deh." Adisti menunjuk satu bangunan di deretan kawasan perkantoran. Bentuk depan bangunan itu tampak unik. Terlihat lebih berseni dibandingkan kantor-kantor di sekitarnya yang cenderung menggunakan desain formal.
Mobil Jon segera berbelok masuk dan parkir di depan studio musik itu. "Waaah ...." Nafa menatap kagum dari balik kaca mobil. "Bagus banget nih studio. Dari luar aja megah banget bangunannya." Adisti dan Ares juga memandangi studio musik itu dengan kekaguman yang sama seperti Nafa.
Kekaguman mereka masih berlanjut saat memasuki bagian dalam studio. Interiornya malah jauh lebih keren daripada desain eksteriornya. Mereka merasa seperti memasuki lobi hotel bintang lima. Mewah adalah kata yang pantas disematkan untuk mendeskripsikan tempat tersebut. Lantai studio yang bernuansa kayu memberikan nuansa hangat. Dinding dan langit-langitnya berwarna biru keunguan. Ornamen berbentuk sirip yang menghias langit-langit memberikan kesan modern.
Keindahan desain itu dilengkapi dengan resepsionis super ramah yang segera mempersilakan mereka duduk menunggu di sofa. Biasa, Ares belum datang. Beda banget dengan resepsionis judes di Superstar Agency, Adisti membandingkan dalam hati.
Tidak menunggu terlalu lama, rombongan Ares datang.
"Hai," sapa cowok itu singkat kepada Adisti dan teman-temannya. Seperti biasa, dia tidak merasa perlu meminta maaf karena terlambat. Bisa jadi terlambat sudah dianggap suatu kewajaran bagi Ares karena kehadirannya selalu dinanti orang lain. "Tunggu bentar, ya," katanya sambil berjalan masuk ke salah satu ruangan.
"Oke," jawab Adisti.
"Dari tadi juga udah nunggu," celetuk Jon pelan.
"Heh!" Nafa menyikut pelan rusuk sahabatnya. "Lama juga enggak apa-apa, kok, Res." Nafa melambai sambil memamerkan senyum lebar. Hasilnya, dia dihadiahi tatapan sebal dari Jon.
Hanya beberapa menit, Ares sudah muncul lagi. "Yuk," ajaknya. "Kita mulai aja latihannya."
Adisti dan teman-temannya mengikuti langkah Ares. Di dalam studio, tim Ares sedang menyiapkan alat musik. Nafa dan Jon duduk di lantai, memperhatikan kesibukan di sekeliling mereka.
"Dis, sambil nunggu, kita dengerin lagunya dulu aja gimana?" Ares menggamit lengan Adisti dan mereka duduk berdampingan di sudut ruangan. Begitu dekat, hingga parfum Adisti yang lembut memenuhi setiap helaan napas Ares. Embusan lembut angin dari AC meniup rambut Adisti hingga beberapa kali membelai pundak Ares.
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Dewi Muliyawan - Love Scenario
RomanceAdisti sedang merintis karier di dunia hiburan. Di sela-sela kesibukannya kuliah, dia rajin ikut casting. Sayang, Adisti yang sesungguhnya punya bakat besar dalam seni peran belum menemukan keberuntungan. Hanya beberapa peran kecil yang dia dapatka...