Roda koper Isabel bergulir membelah karpet tebal yang menyelimuti lantai Changi Airport. Pikirannya melayang pada pertengkarannya dengan Ares kurang lebih sebulan yang lalu. Saat itu, Ares membatalkan janji untuk makan malam dengannya. Padahal, malam itu adalah perayaan anniversary hubungannya dengan Ares. Apalagi rencana makan malam itu sudah dibuat jauh-jauh hari.
"Gimana, sih, Res?!? Masa batal? Ini kan malam penting untuk kita berdua," begitu protes Isabel lewat ponsel. Dia menepis tangan make-up artist yang sedang meriasnya. Tiga rol rambut berukuran besar masih bertengger di atas kepalanya.
"Maaf, Bel. Ini kejadian di luar perkiraan. Menurut jadwal, hari ini aku enggak ada syuting, tapi mendadak aku di-calling."
"Bilang aja enggak bisa. Kamu udah ada schedule lain!" Isabel masih berbicara dalam nada tinggi.
"Mana bisa? Ini sinetron kejar tayang. Kalau aku nggak syuting hari ini, bisa-bisa gagal tayang. "
"Huh, selalu saja pekerjaan yang lebih penting dari aku."
"Ini episode terakhir, Bel. Cuma ada sedikit kekurangan adegan. Janji, setelah hari ini aku bebas."
"Aku enggak perlu hari yang lain. Aku perlunya hari ini!"
"Bel, tolong ngerti ...."
"Aku ngerti. Ngerti banget malah. Waktu bulan lalu kamu membatalkan rencana nonton, aku udah ngalah. Terus, dua minggu berturut-turut kita enggak ketemu, aku juga enggak protes. Tapi, malam ini beda. Anniversary cuma datang setahun sekali."
"Please, jangan membesar-besarkan masalah, dong, Bel. Kita kan masih bisa ketemu lain hari. Reschedule apa susahnya, sih?" Ares mulai kehilangan kesabaran.
"Besok aku berangkat ke Eropa dan Asia satu bulan. Mau di-reschedule kapan? Bulan depan? Basi!"
"Kamu ada urusan pekerjaan, aku juga. Udah, sih, santai aja."
"Res, sebenarnya kamu cinta enggak sih sama aku?"
Ares kesal setiap kali Isabel mulai mengeluarkan pertanyaan ini. Pertanyaan yang menurutnya tidak membutuhkan jawaban. "Pastilah."
"Terus, kenapa aku selalu aja harus ngalah demi kerjaan kamu?"
"Bel ...."
"Pokoknya, aku tunggu di restoran sesuai rencana kita. Kalau kamu enggak datang, berarti kita putus."
"Bel, dengerin aku dulu ...." Kata-kata Ares tidak sampai ke telinga Isabel karena cewek itu langsung menekan tombol untuk memutuskan sambungan telepon mereka.
Isabel mengempaskan tubuhnya ke kursi. Cermin di depannya menampilkan bayangan cewek yang sedang cemberut. Isabel melirik make-up artist yang berdiri bengong di sampingnya sambil masih memegang kuas blush on.
"Ayo cepat lanjutin!" Bentakan Isabel membuat sang make-up artist tergeragap.
"Eh ..., iya ...! Iya, Kak!"
***
Isabel tahu sungguh sangat berisiko memaksa Ares memenuhi janjinya. Cowok itu sangat bertanggung jawab, kecil kemungkinan Ares mau meninggalkan pekerjaan demi kepentingan pribadi. Akan tetapi, Isabel memang keras kepala. Karena itulah dia duduk sendiri di restoran superromantis ini dengan gaun indah serta wajah cantik (hasil sentuhan make-up artist ternama). Penampilannya makin sempurna dengan rambutnya yang malam ini dibiarkan tergerai. Hanya satu yang kurang, kursi di depannya masih kosong, sementara di sekitarnya pasangan-pasangan muda sedang menikmati hidangan sambil bercakap-cakap lembut. Tawa mesra sesekali terdengar, membuat Isabel semakin kesal. Dia menatap tajam ponselnya yang bergetar terus-menerus. Sengaja Isabel meletakkan ponselnya di atas meja setelah mematikan nada dering. Dia hanya melirik ponsel itu tanpa mau mengangkatnya. Isabel tahu itu pasti telepon dari Ares. Akhirnya, ponsel itu berhenti bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Dewi Muliyawan - Love Scenario
RomanceAdisti sedang merintis karier di dunia hiburan. Di sela-sela kesibukannya kuliah, dia rajin ikut casting. Sayang, Adisti yang sesungguhnya punya bakat besar dalam seni peran belum menemukan keberuntungan. Hanya beberapa peran kecil yang dia dapatka...