"Hari ini latihan lagi, 'kan, Dis?" tanya Nafa memastikan. Nafa, Adisti dan Jon masih duduk-duduk di dalam kelas. Kuliah kali ini baru saja usai. Ruangan kelas sudah mulai kosong.
"Iya, nanti agak sore, sih."
"Asyiiik ...! Gue ikut lagi, ya?" Nafa bersorak.
"Tapi, gue enggak bawa mobil, lho," kata Jon.
"Tenang, enggak perlu cemas, Jon. Seperti biasa, Karel bakal jemput kita," Adisti menginformasikan.
"Masih lama, nih. Ngopi dulu, yuk, depan library," usul Nafa.
"Let's go!" Adisti dan Jon menjawab kompak.
***
"Lo pada duduk, deh. Biar gue yang pesan," Jon sedang berbaik hati kepada dua sahabatnya.
"Emang lo tahu gue bakal pesan apa?" Nafa mencebik.
"Pasti tahu, dong. Affogato buat lo dan cappuccino buat Adisti, dua-duanya dingin."
"Ya kali panas-panas gini minum kopi anget. Tambah keringatan dan haus. Dehidrasi gue."
"Trims, ya, Jon," kata Adisti. Berdua, mereka melangkah ke tempat duduk. Adisti mengeluarkan tablet miliknya dan menonton chanel YouTube kesukaannya dan Nafa. Tiba-tiba ....
"Hai! Adisti, ya?"
Adisti dan Nafa mendongak. Di depan mereka, berdiri seorang cewek tinggi dan langsing. Cewek itu mengenakan jins dan kemeja putih. Matanya tertutup kacamata hitam yang trendi. Tas hitam dengan model hobo melengkapi penampilannya. Sepintas, gayanya serupa dengan teman-teman Adisti lainnya. Namun, ada aura yang berbeda memancar dari cewek ini. Bukan aura yang menyenangkan. Malah seperti mengancam. Mengintimidasi.
Mereka memang belum pernah bertemu, tetapi tentu saja Adisti mengenalnya. Dia Isabel. Mantan pacar Ares. Paling tidak, begitu yang Ares katakan kepadanya. Isabel itu sudah berstatus M-A-N-T-A-N. Pernyataan yang bertolak belakang dengan pengakuan Isabel di media sosialnya. Menurut Isabel, dia dan Ares masih resmi berpacaran dan Adisti datang merusak hubungan mereka, hingga layak dijuluki Perebut Pacar Orang.
Wajah Adisti memucat. Mau apa Isabel datang ke PINUS? Jangan sampai dia melabrak Adisti di sini. Sungguh memalukan. Adisti tahu dia tidak ada urusan sama sekali dengan Isabel. Adisti hanya pura-pura pacaran dengan Ares. Namun, entah mengapa, jantungnya berdetak lebih keras. Dia cemas. Dan, kecemasannya itu terbaca jelas oleh teman-temannya. Nafa segera menggeser kursinya mendekat kepada Adisti. Bahkan, Jon, yang baru saja selesai memesan, buru-buru menghampiri dengan membawa nampan berisi tiga gelas kopi pesanan mereka.
Isabel sama sekali tidak terpengaruh dengan kehadiran Jon dan Nafa. Fokusnya hanya tertuju kepada Adisti. Seakan Jon dan Nafa adalah mahluk tembus pandang yang keberadaannya tidak terlihat, Isabel membuka kacamata hitamnya dan mengulurkan tangan. "Aku Isabel."
Di balik riasan tipisnya, wajah Isabel tampak pucat. Make-up yang dipakainya tidak mampu menyembunyikan matanya yang masih sedikit bengkak karena sisa-sisa tangis. Secara keseluruhan, wajahnya menampilkan kesengsaraan. Seakan ingin menyampaikan pesan betapa menderitanya dia setelah putus dengan Ares. Rasa kasihan dan bersalah menyusup ke dalam hati Adisti. Dia berdiri dan menyambut uluran tangan Isabel. "Adisti."
Isabel memaksa dirinya sedikit tersenyum. "Senang sekali akhirnya kita bisa bertemu," katanya penuh basa-basi.
"Oh, ya, ada yang bisa kubantu?"
"Mmm ..., begini Adisti. Kalau bisa, aku minta waktu untuk bicara sebentar."
"Mmm ..., boleh." Adisti mempersilakan Isabel untuk duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Dewi Muliyawan - Love Scenario
RomanceAdisti sedang merintis karier di dunia hiburan. Di sela-sela kesibukannya kuliah, dia rajin ikut casting. Sayang, Adisti yang sesungguhnya punya bakat besar dalam seni peran belum menemukan keberuntungan. Hanya beberapa peran kecil yang dia dapatka...