Sunyi. Hampa. Sendirian. Tiga kata itu cukup untuk menggambarkan seorang Nanda yang tengah meringkuk di kasurnya. Ia menangis dalam diam. Kejadian beberapa yang lalu sudah menjalaskan bahwa Nanda sedang tidak baik baik saja.
Sunyi. Diruangan tanpa suara menyisakan untuk seorang Nanda yang tengah menangis. Hanya tangisan tanpa suara diruangan itu dan setelah itu sunyi kembali datang tanpa diundang. Nanda tak terbiasa dengan sunyi. Sunyi itu mengerikan bagi Nanda. Dan sekarang Nanda menangis tanpa suara hingga sunyi itu datang tanpa permisi.
Hampa. Bagi Nanda ini terlalu jarang merasakannya. Ia selalu dikelilingi banyak orang membuat Nanda tak pernah merasakan hampa. Namun di ruangan ini Nanda hampa. Sepertinya hidup nya akan hampa, tapi entahlah. Hanya tuhan yang tahu arah jalan hidup Nanda yang sunyi dan hampa saat ini.
Sendirian. Sudah tidak asing bagi Nanda. Setiap hari, setiap waktu, bahkan setiap detik pun bagi Nanda sendirian. Padahal banyak orang yang berada di samping Nanda. Namun bagi Nanda ini sama saja Nanda di kerumunan banyak orang tapi orang itu tak melihat nya. Terkecuali saat ia bersama Yoga. Namun dia pergi tanpa alasan. Hingga kini rasa sendiri itu datang kembali. Sudah cukup orang tua nya yang ada namun rasanya hilang. Tapi Yoga pun turut pergi.
Bagaimana dengan teman sahabat Nanda? Entahlah saat ini memang Nanda butuh sendiri walaupun menyakitkan. Terkadang sendiri itu ada hal baik nya dan ada hal tidak baik nya. Hal baiknya adalah waktu untuk sendiri itu waktu merenung apa yang telah di lakukan dan bagaimana solusinya jika yang telah di lakukan salah atau benar. Dan tidak baik nya adalah ketika seorang terlalut dalam kesedihannya dan ia sendiri itu sangat berbahaya.
Kali ini Nanda sendiri untuk merenung. Ia tidak boleh lama lama larut dalam kesedihannya. Banyak orang yang sayang dengannua tanpa di ketahui dan tanpa syarat.
Lama Nanda menangis hingga alam tidak sadar menjemputnya.
***
Angin semilir yang berhembus menerpa wajah khawatir namun tertutupi oleh bibir yang datar. Ia menghisap rokok lalu menghembuskan secara perlahan lahan sembari menutup mata. Berulang ulang kali ia melakuaknnya hingga rokok tersebut habis.
Fendi menatap lurus kedepan, banyak rumah rumah yang terlihat dari atas. Fendi sedang berada di atas rooftof selolah ditemani oleh sebatang rokok yang hampir habis ia hisap. Sudah beberapa jam ia habis kan disana.
Fendi mengambil satu batang rokok nya lalu menghidupkan dengan pematik. Saat ingin ia hisap rokok tersebut tangan jahil merebut lalu di hisap oleh nya.
"Ngapain lo?" tanya Farel
"Nyari ketenangan" jawab Fendi sambil ingin mengambil rokok nya lagi namun kalah cepat dengan tangan Bagas yang sudah mengambil terlebih dahulu
"Ck! Pada ngambil rokok gue napa si? Kagak punya duit buat beli apa?" tanya Fendi kesal
"Udah berapa batang?" giliran Bagas yang membuka suaranya
"Pada ngapain si kalian ke sini?" tanya Fendi tanpa menatap ke dua teman nya yang sedang duduk di sebelahnya
"Kalo nggak sanggup gak usah maksain diri kasian hati lo"
"Tauk nih sok sokan masang muka wajah datar. Sok tegar lagi. Gak cocok, muka lo tu kayak gak BAB tiga bulan"
Fendi diam lalu mengehal kasar nafas nya.
"Gue nggak bisa lagi. Gue nggak sanggup" ujar Fendi dengan menundukan kepalanya
"Jangan paksa diri sendiri Pen" kini Bagas berucap sambil menepuk nepuk bahu Fendi

KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDZONE
Acak"Akhirnya kamu menjadi diri kamu sendiri, aku suka" batin Fendi Dia sadar bahwa dirinya hanya sebatas teman biasa tidak lebih. Tapi dia tak kan menyerah begitu saja karena mendapatkan mu adalah suatu hal yang membuatnya bahagia. "Maaf aku tidak ta...