39. Sakit

103 2 1
                                    

Sudah beberapa minggu berlalu, namun hubungan Daffa dan Ananda bagai terombang ambing tidak jelas. Dikatakan putus, jelas tidak. Karena tidak sekali pun kata itu keluar dari ucapan mereka.

Ananda hanya terus bekerja dan bekerja. Mungkin itu salah satu cara Ananda untuk melupakan sejenak masalahnya.

"Mbak, aku pulang duluan yah." ucap Ananda kepada Mbak Leni yang di sebelahnya. Karena sekarang bertepatan dengan jam pulang.

"Iyah An. Hati-hati yah." kata Mbak Leni.

Ananda pun berjalan keluar dari Restoran. Namun, baru beberapa langkah Ananda terhenti. Melihat seorang pria berdiri di depan Restoran.

"Maaf mas, ada yang bisa dibantu?" tanya Ananda sopan mendekati si pria.

"Kamu Ananda, kan?" tanya pria itu.

Ananda tersentak.

Kenapa dia bisa tau. Batin Ananda.

"Iyah saya Ananda. Tapi mas siapa?" Ananda menatap si pria. Menerka-nerka, apa ia mengenali pria itu.

"Lebih baik kita mengobrol terlebih dahulu. Biar saya jelaskan lebih jelasnya."

"Baik. Mari mas kita bicara di dalam saja." tawar Ananda mengajak si pria.

Mereka berdua masuk ke dalam Restoran.

"Jadi, ada perlu apa mas,?" tanya Ananda kembali setelah mereka duduk dengan damai.

"Sebelumnya perkenalkan saya Revan. Kakaknya Daffa." Revan mengulurkan tangannya.

"Ananda." ragu-ragu Ananda menerima uluran tangan Revan.

"Jadi begini Ananda, maksud saya di sini hanya ingin memberitahu mu kalau saat ini Daffa tengah terbaring sakit."

Ananda sedikit syok. Tapi ia masih bisa mengatasinya.

"Ananda saya tau apa yang terjadi dengan hubungan kalian. Tapi percayalah adik saya benar-benar mencintai kamu." lanjut Revan begitu melihat kediaman Ananda.

"Saya tidak tau mas harus bicara apa. Saya masih kecewa kepada adik mas. Saya juga tidak tau keinginan hati saya sekarang seperti apa." jelas Ananda mengeluarkan unek-uneknya.

"Saya mengerti. Tapi apa kamu tidak bisa melihat jika Daffa benar mencintai kamu."

"Bukan cinta mas. Saya tau jika Daffa hanya menjalankan amanahnya saja." ucap Ananda begitu menohok.

"Kamu salah Ananda." elak Revan.

"Apanya yang salah mas. Jika memang benar Daffa mencintai saya. Dia tidak akan menutupi kebohongan ini dari saya." tangan Ananda terkepal di samping tubuhnya menahan gejolak amarah.

"Saya aku adik saya memang salah menutupi semuanya dari kamu. Tapi dia pasti memiliki alasan melakukannya. Jadi saya mohon, kamu mau ikut saya melihat Daffa. Sudah beberapa hari ini dia sakit dan hanya menyebut nama kamu." jelas Revan panjang lebar.

"Maaf mas, saya tidak bisa."

"Jika kamu memang mencintanya. Ikutlah dengan saya." Ananda sedikit bimbang.

"Tapi..,"

"Saya mohon." Revan memohon untuk kesekian kalinya. Hingga membuat hati Ananda tersentuh.

"Baiklah."

- - - - - - -

Cklek.

Pintu Apartemen terbuka.

"Ayo masuk." ajak Revan. Ananda hanya mengikuti saat Revan membimbingnya. Hingga tiba di depan sebuah pintu ruangan. Ananda melirik Revan.

"Kamu aja yang masuk. Saya tau kalian butuh privasi." ucap Revan sembari tersenyum dan meninggalkan Ananda.

Dengan sangat perlahan Ananda membuka knop pintu. Sungguh miris pemandangan pertama yang ia lihat.

Pria yang selalu membuatnya tersenyum. Yang selalu terlihat kuat di depannnya. Sedang terbaring lemas di atas ranjang.

Hati Ananda seakan sakit melihatnya.

Apa sebegitu menderitanya Daffa. Pikir Ananda.

Ananda melangkah kan kakinya menuju tempat terbaring sang pria.

"Daffa.." lirihnya begitu duduk di samping tubuh lemas Daffa.

Seketika kedua bola mata Daffa terbuka perlahan.

"Ananda.. Ini kamu sayang?" tangan Daffa bergetar menyentuh pipi Ananda. Katakanlah Ananda cengeng karena terus menangis. Tapi apa boleh buat, melihat keadaan pria yang di cintainya tak berdaya seperti ini. Membuatnya sedih.

Ananda menyentuh tangan Daffa yang mengelus pipinya. Daffa mencoba bersandar di sandaran ranjang. Meskipun harus dibantu Ananda.

"Maafin aku sayang." Daffa meraih tangan Ananda.

"Aku tau kamu marah sama aku. Aku bisa terima An. Tapi jangan kayak gini sayang. Aku takut kehilangan kamu." Daffa mengecupi permukaan tangan Ananda. Bahkan dapat Ananda rasakan tangannya sedikit basah. Dan saat Daffa mendongakkan kepalanya. Barulan dapat Ananda lihat Daffa ternyata mengeluarkan air matanya.

Daffa menangis.

"Daffa aku...,"

"Aku mohon An, maafin aku." potong Daffa.

"Jujur, aku masih kecewa Daf sama kebohongan kamu. Apa kamu juga berbohong mencintai ku." pertanyaan Ananda seketika membuat Daffa menggelengkan kepalanya.

"Tidak sayang. Kamu salah. Aku benar-benar mencintai kamu."

"Lalu kenapa kamu membohongiku, jika kamu benar mencintai ku?"

"Bukan begitu An. Aku tidak berniat membohongi mu. Aku ingin jelaskan. Namun aku mencari waktu yang pas. Tapi aku malah terlena karena terlalu bahagia. Sampe aku lupa nyeritain. Dan sungguh Ananda perasaan cinta aku sama kamu memang benar. Aku tidak berbohong sayang." jelas Daffa kesekian kalinya.

"Aku mau kamu cerita semuanya sama aku Daf. Bahkan dari masa lalu kamu dulu sama Alm. Rio." pinta Ananda

"Iyah sayang bakal aku ceritain. Jadi sebenarnya....."

*****

Hallo guys.

Aku up lagi nih. Dibaca yuk.

Jangan lupa votenya yah. Biar aku besok semangat buat up lagi😁

Salam dari Author

Ys.

You Are My Sunshine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang