Sudah pukul 11 malam Diandra belum bisa menutup matanya. Sedari tadi hanya berguling ke kanan dan kiri mencari posisi nyaman untuk tidur. Pikirannya kalut mengingat Satria. Buka tutup ponsel, membaca buku sudah Diandra lakukan supaya mengantuk, tapi nyatanya tidak ada yang berhasil.
Sekilas nama Kinara muncul dipikirannya, mungkin dia butuh teman curhat. Diandra membuka ponselnya dan menekan tombol panggil yang ada pada kontak atas nama Kinara.
"Sedetik lagi gue udah mau dicium sama prince charming gue dan lo bangunin gue, Diandra!"
"Sorry."
"Ada apa sih? Lo enggak tahu ini sudah malam?"
"Gue enggak bisa tidur Kin."
"Terus? Lo nelpon gue tengah malam gini cuma mau bilang lo enggak bisa tidur?"
"Ya mau gimana lagi."
"Benar-benar sinting lo." Kinara mengumpat, nyawanya sudah terkumpul dan emosi-nya menggebu-gebu karena mendengar ucapan Diandra.
"Gue mikirin Satria mulu Kin,"
"Itu karena emang lo cinta sama dia, makanya mikirin dia."
"Bukan gitu maksud gue. Sejak tadi waktu gue jalan sama Pandu, bayang Satria kayak ngegentayangin gue gitu."
"Lo jalan sama Pandu?" Kinara membelalakkan matanya. "Kemana?"
"Iya, gue tadi nonton sama dia."
"Lo susah di bilanginnya. Jaga hati lo buat Satria. Jaga hati. Jaga hati."
"Kok lo kayak si Riani? Itu anak juga nyuruh gue jaga hati jaga hati mulu."
Kinara sudah kenal dengan Riani dan Nia, mereka berempat sempat bertemu saat Diandra, Riani, dan Nia ada urusan di kampus pusat. Begitupun Diandra, dia juga kenal dengan teman Kinara, Dewi yang sekost dengan Kinara dan juga sekelas.
"Emang benar yang dilakuin Riani, lo aja yang bandel."
"Gue tadi cuma nonton sama makan doang enggak ngapain-ngapain lagi."
"Yaiyalah enggak ngapain-ngapain. Emang kalian mau ngapain? Diandra gue cuma bisa ingetin sama lo, enggak bakal ada asap kalau enggak ada api."
"Maksud lo apa?"
"Gue tau lo ngerti sama maksud gue."
"Enggak, gue enggak ngerti."
"Udah sana tidur, jangan bawel." Kinara menutup telponnya sepihak.
"Malam-malam kena omel." Diandra meletakkan ponselnya di meja sebelah ranjang dan menutup matanya dengan sebuah boneka berbentuk kepala doraemon yang Satria berikan saat ulang tahunnya yang ke 17.
-
"Kemarin jalan kemana?" Nia duduk disebelah Diandra.
"Nonton."
Mendengar jawaban Diandra, spontan Riani langsung beralih dari ponselnya ke Diandra.
"Pepet terus!" Ledek Nia sebagai kompor.
"Apaan sih Ni! Diandra udah punya pacar kali, iya kan Di? Ngapain harus mepet orang coba." Timbrung Riani.
"Yaelah, apa yang mesti dibanggain pacaran sama tentara. Mereka enggak bisa jaga hati buat satu orang."
"Maksud lo?" Bingung Diandra dan Riani.
"Ya gitu." Nia tak mau menceritakan alasan kenapa dia tidak suka dengan profesi seorang Tentara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Tangan [Sequel - END]
Teen Fiction[Sequel of Diandra & Satria] Ketika takdir sudah berkata tentang kita. --- Ketika jarak menjadi penengah antara Diandra dan Satria. Saat mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri. Diandra sibuk dengan kuliah pendidikannya. Satria sibuk deng...