"Kita duluan!" Pamit Nia dan Riani melambaikan tangan kepada Diandra dan Pandu.
"Hati-hati." Jawab Diandra.
Pandu menggerakkan dagunya, isyarat mengajak Diandra segera ke parkiran mengambil motor.
"Kita mau kemana?" Tanya Diandra saat Pandu memberikan helm kepadanya.
"Enggak tau, jalan aja dulu."
"Gue bisa sendiri." Diandra tersenyum saat tangan Pandu terangkat menuju kaitan helm.
Pandu langsung naik keatas motor, diam melihat Diandra dari spion motornya. "Gimana kalau nonton aja?"
Diandra tersenyum, "boleh, tapi nanti filmnya gue yang milih."
Pandu mengangguk setuju, "iya."
-
Diandra dan Pandu sampai di dalam bioskop, keadaannya cukup ramai.
"Nonton apa?" Pandu celingukan melihat poster film yang terpajang.
"Bentar." Diandra ikut melihat-lihat posternya. "Pokoknya gue enggak mau kalau nonton horor."
"Kenapa?"
"Ya enggak mau. Enggak suka aja."
"Takut?" Curiga Pandu sambil tersenyum.
Diandra nampak terkejut dengan ucapan Pandu. Bukan karena apa-apa. Tapi ucapan Pandu benar adanya. "Enggak juga," elak Diandra.
"Yaudah enggak apa-apa nonton horor, kan ada bahu gue buat lo berlindung." Goda Pandu.
"Lo kalau mau nonton horor nonton aja sendiri. Gue mau balik aja."
"Ye, ambekan banget."
"Terserah lo mau nonton apa." Pandu mengalah.Diandra tersenyum. Sering kali dia menang dalam memilih film apa yang akan ditonton. Entah dengan Satria atau Pandu. Ish, Satria lagi. Setiap kali dia pergi dengan Pandu, selalu saja nama Satria bergentayangan dalam pikiran. Diandra kadang bingung kenapa bisa pikirannya penuh akan Satria? Saat dia pergi dengan teman laki-lakinya yang lain biasa saja. "Kenapa gue selalu kepikiran sama Satria ya tiap jalan sama Pandu, apa karena gue kangen sama Satria." Gumam Diandra sendiri.
"Yaudah, beli tiketnya." Suruh Pandu.
"Anak sultan." Ledek Diandra.
Pandu tersenyum, ikut Diandra membeli tiket.
-
"Mau makan dimana?" Pandu dan Diandra keluar dari studio film yang selesai mereka tonton.
"Terserah gue ya?" Balas Diandra di angguki oleh Pandu. "Oke, tapi gue mau beli minum dulu." Diandra keluar dari pintu bioskop.
"Beli minum dimana? Kok keluar?" Heran Pandu.
"Gue enggak suka minuman di dalam, enak di luar, harganya juga murah di luar." Bisik Diandra membuat Pandu terkekeh.
"Dasar cewek unik," gumam Pandu dalam hati kala mendengar alasan Diandra tidak mau beli didalam bioskop.
"Lo mau rasa apa?" Tanya Diandra saat mereka berada didepan sebuah kedai minuman.
"Sama aja." balas Pandu.
"Cappucino cincau 2 mbak," ucap Diandra kepada penjual minuman tadi setelah berpikir cukup lama melihat menunya.
"Cowok di film tadi romantis ya, walaupun sikapnya agak nakal." Komentar Diandra berdiri disebelah Pandu yang duduk.
"Setiap cowok itu punya sisi romantis tersendiri, sejelek apapun sifatnya tapi saat dia di sebelah cewek bukan sisi buruk yang dia berikan, tapi sisi lembutnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Tangan [Sequel - END]
أدب المراهقين[Sequel of Diandra & Satria] Ketika takdir sudah berkata tentang kita. --- Ketika jarak menjadi penengah antara Diandra dan Satria. Saat mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri. Diandra sibuk dengan kuliah pendidikannya. Satria sibuk deng...