Setelah berkeliling permukiman penduduk yang tidak padat dan juga bertemu dengan bu Hayati; satu-satunya guru yang mengajar disekolah tapal batas. Diandra, Esta, Riani dan Anjani kembali ke barak untuk persiapan mengajar besok di sekolah tapal batas. Bu Hayati sudah menyerahkan semuanya kepada mereka berempat karena memang kebetulan Bu Hayati sedang mengandung anak kedua beliau. Jadi, beliau hanya sesekali melihat sekolah tapal batas. Lagian tadi juga beliau sudah memberikan beberapa buku untuk mengajar besok.
"Gue lapar." Gumam Anjani mengelus perutnya yang mulai keroncongan.
Riani, Esta, dan Diandra melihat kearah Riani sependapat.
"Masak gih guys." Celetuk Anjani.
"Siapa yang lo suruh?" Tanya Riani.
"Bikin rolling giliran masak, ayo." Ide Esta.
"Yaelah, masak mi doang masa iya giliran segala. Kayak mau masak nasi tumpeng aja!" Cibir Anjani menatap Esta.
"Emang lo mau tiap hari makan mi mulu? Sakit baru tau rasa." Sentak Esta.
"Benar kata Esta, lebih baik bikin giliran aja buat masak. Ya kali mau masak sendiri-sendiri, kan repot." Sahut Diandra setuju.
"Yaudah, hari ini gue sama Diandra yang bakal masak. Iya kan Di?" Tanya Riani yang diangguki oleh Diandra.
Esta dan Anjani tersenyum kemudian kembali menata buku dari bu Hayati. Sedangkan Diandra dan Riani langsung keluar barak menuju dapur. Disini cuma ada satu dapur, yaitu dapur bersama untuk siapa saja yang tinggal di barak ini seperti para tentara dan kelompok guru.
"Enggak ada bahan makanan apapun Di." ucap Riani menelusuri seisi dapur.
Diandra mengangguk. "Adanya cuma beras, garam sama mi instan doang."
"Mereka ini seorang prajurit tapi makannya enggak ada nilai gizi sama sekali." Gumam Riani menggelengkan kepala tidak percaya dengan kehidupan para tentara ini.
"Ekhem..." Tiba-tiba Aji masuk kedalam dapur. Riani yang melihat Aji masuk kedalam dapur langsung menatap Diandra, takut Aji mendengarkan ucapannya tadi. "Disini memang kita dituntut untuk selalu sehat dengan kondisi seperti ini." Ujarnya.
"Tuh kan, Aji beneran denger omongan gue." Gumam Riani dalam hati. "Sorry ya, bukan gitu maksud gue." Lanjut Riani merasa bersalah dengan ucapannya tadi.
Aji hanya tersenyum, lalu bertanya "kalian mau masak?"
Riani dan Diandra mengangguk.
"Kamu?" Tanya Riani melihat kearah Aji.
"Mau masak juga, kebetulan bagianku ada di makanan."
"Mau masak apa?" Tanya Diandra.
"Masak yang ada, karena baru nanti
pak Danton beli bahan makanan di pasar." Jawab Aji mulai mengambil beras di tempatnya untuk dicuci."Satria sama siapa?" Tanya Riani yang langsung mendapat tatapan bingung dari Aji. "Sorry, maksud gue Danton pergi sama siapa ke pasar?"
"Sendiri." Jawab Aji tanpa menoleh lagi kearah Riani.
"Temenin Di!" suruh Riani.
"Kenapa gue?" Tanya Diandra menunjuk dirinya sendiri.
"Ya kan lo cewek." Jawab Riani.
"Emang lo gak cewek?" Ucap Diandra mendapatkan senyum pepsodent dari Riani.
"Boleh juga kalau mau nemenin pak Danton ke pasar. Pak Danton kalau ke pasar enggak bisa kira-kira belinya jadi kadang kita kehabisan stok makanan. Ya kayak sekarang ini. Padahal pasarnya cuma ada seminggu sekali dan jaraknya jauh." Aji menghela napasnya panjang setelah berbicara panjang-lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Tangan [Sequel - END]
Teen Fiction[Sequel of Diandra & Satria] Ketika takdir sudah berkata tentang kita. --- Ketika jarak menjadi penengah antara Diandra dan Satria. Saat mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri. Diandra sibuk dengan kuliah pendidikannya. Satria sibuk deng...