"Assalamualaikum." Satria membuka pintu rumahnya yang tidak dikunci.
"Waalaikum salam." Jawab Ajeng berjalan menghampiri Satria. "Kok baru sampai?" Tanya Ajeng membantu Satria melepas jaketnya.
"Iya ma, tadi masih ada urusan perizinan dulu buat libur makanya berangkat dan sampainya telat." Jawab Satria tersenyum.
"Yaudah, makan malam dulu. Papamu lagi dinas, jadi enggak ada dirumah." Ajak Ajeng merangkul Satria.
Satria mengangguk, "iya, aku juga udah kangen banget sama masakan mama."
"Habis makan cepat istirahat, capek kamu." Pesan Ajeng ditengah-tengah makannya.
"Diandra gimana?"
"Dia udah baik, meskipun kemarin sempat kritis. Tapi sekarang udah baikan, mama kemarin jenguk dianya udah bisa cerita-cerita."
Satria mengangguk lega mendengar kalau keadaan Diandra sudah membaik. "Besok pagi aku bakalan jenguk Diandra ma,"
-
"Selamat pagi Diandra." Pandu membuka pintu kamar rawat Diandra.
"Pandu?" Balas Diandra melihat Pandu masuk kedalam kamarnya. "Lo ngapain pagi-pagi kesini? Enggak ada kerjaan?" Heran Diandra kenapa pagi-pagi buta seperti ini dia sudah ada di rumah sakit.
"Hari ini tanggal merah, jadi gue bebas mau ngapain aja." Pandu cengengesan. "Lo sendiri?" Tanya Pandu melihat sekeliling Diandra.
"Enggak, itu ada suster sama dokter diluar." Jawab Diandra menunjuk arah pintu dengan dagunya.
"Serius Di," geram Pandu mendengar jawaban Diandra yang bercanda.
"Iya, gue sendiri. Tadi subuh kak Teguh pulang. Lagian gue udah gede. Enggak perlu dijaga 24 jam."
Pandu mengangguk. Mengiyakan jawab Diandra. "Terus gimana keadaan lo?" Tanyanya.
"Baik, cuma enggak tau kenapa belum boleh pulang. Padahal udah bosan gue disini."
"Dokternya suka sama lo, makanya lo enggak diizinin pulang cepat."
"Jayus banget tau Ndu," Diandra melirik Pandu yang melihatnya dengan senyum meringis.
"Selamat pagi." Sapa seorang suster membawa troli berisikan banyak sekali jenis makanan untuk pasien.
"Pagi suster." sapa balik Diandra dan Pandu bebarengan.
"Sarapannya mbak Diandra." Ucap suster itu tersenyum seraya meletakkan piring berisikan makanan diatas meja samping ranjang.
"Makasih sus." Diandra berterimakasih.
"Sama-sama. Semoga cepat sembuh." Ramah suster itu sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan ruangan Diandra.
Bebarengan dengan kepergian suster itu, datanglah seorang laki-laki yang sejak kemarin memenuhi seluruh hati dan pikiran Diandra karena tak kunjung menampakkan wajahnya saat Diandra sakit.
"Satria." Lirih Diandra melihat Satria berjalan kearahnya. Diandra mencubit lengannya sendiri memastikan kalau dia tidak mimpi melihat Satria sedang berjalan menghampirinya. Tapi, entah kenapa rasa kecewa Diandra lebih mendominasi pikiran dan hatinya daripada rasa rindunya kepada Satria.
Satria tersenyum kearahnya, mengecup singkat pucuk kepala Diandra meski yang kepalanya dikecup menampilkan wajah tanpa ekspresi.
Pandu melirik Satria dengan tatapan tak suka.
"Ngapain lo kesini?" Tanya Diandra melirik mata Satria yang sedang melihatnya.
Lo? Kata itu berhasil menohok hati Satria. Kenapa Diandra memanggil Satria dengan lo? Bukannya selama ini Diandra selalu memanggilnya dengan kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Tangan [Sequel - END]
Novela Juvenil[Sequel of Diandra & Satria] Ketika takdir sudah berkata tentang kita. --- Ketika jarak menjadi penengah antara Diandra dan Satria. Saat mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri. Diandra sibuk dengan kuliah pendidikannya. Satria sibuk deng...