Sesampainya dibarak, mereka langsung disambut oleh para laki-laki berpakaian loreng Tentara Angkatan Darat Indonesia.
Tanpa menunggu perintah, para tentara langsung sigap membantu kelompok guru untuk membawa tas mereka menuju barak.
"Lapor Dan Ton! Kami sudah selesai mengerjakan tugas menjemput rombongan. Laporan selesai." Ucap Odello berbaris dengan para anggota yang menjemput rombongan didepan Komandan Pleton.
"Laporan saya terima. Silakan lanjutkan tugas kalian masing-masing." Ucap Satria meninggalkan mereka.
"Itu Satria kan?" Bisik Riani diangguki oleh Diandra. "Keren! Dia jadi Komandan." Lanjut Riani memuji.
"Gue mau nyuci kaki dulu. Lo sama yang lain duluan aja ke barak." Ucap Diandra memakai sandalnya dan meninggalkan Riani.
Riani hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan temannya itu.
"Permisi. Maaf. Mau tanya, tempat air dimana ya?" Tanya Diandra kepada pria berseragam loreng yang tidak sengaja melintas didepannya.
Pria itu melihat Diandra dari ujung kaki hingga ujung kepala dan tersenyum. Sadar kalau Diandra adalah salah satu rombongan guru yang baru saja tiba. "Dari sini lurus aja, nanti ada dibalik bilik bambu."
Diandra tersenyum. "Terima kasih."
"Sama-sama." jawab pria itu dan meninggalkan Diandra.
Diandra melanjutkan perjalanannya. Seperti yang diberi tau tentara tadi, dia berjalan lurus. Dan kemudian berhenti karena menemukan bilik bambu. Dia memutuskan untuk ke balik bilik itu dan benar. Disana ada saluran air yang terbuat dari bambu. Diandra membuka sumpel kayu yang digunakan menutup bambu. Tapi tidak ada air yang mengalir. Diandra melihat isi bambu itu, memastikan apa ada air disitu.
"Airnya mati." Tiba-tiba terdengar suara dibelakang Diandra yang membuat Diandra terjengkat karena kaget.
"Lain kali bisa kan enggak ngagetin or--ang." ucapnya geram berbalik arah dan mendapati Satria disana. Diandra langsung berdiri tegap tidak bergerak.
"Maaf." Ucap Satria meminta maaf.
Diandra hanya melirik Satria sekilas. Dan kembali memandang kakinya berlumpur yang sudah mengering.
"Sini ikut." Ajak Satria tapi Diandra hanya melihat tubuh Satria dan masih tetap ditempatnya tak ada pergerakan. "Ayo!" Ajak Satria lagi. Diandra pun menurut dan mengikuti setiap langkah Satria.
Entah akan dibawa kemana Diandra oleh Satria. Rasanya Diandra ingin bertanya hendak kemana mereka. Langkah mereka sudah cukup jauh dari barak. Melewati perumahan penduduk yang tidak rapat, pepohonan besar yang mungkin saja sudah berusia ratusan tahun.
"Duduk aja disini, tunggu." Ucap Satria memerintahkan Diandra duduk disalah satu batu besar. Diandra menurut dan duduk dibatu itu. Sesekali dia tersenyum kepada penduduk yang tidak banyak berlalu lalang didepannya karena memang waktu sudah sore dan ini didalam hutan.
Beberapa saat kemudian Diandra melihat Satria berjalan kearahnya sembari membawa ember yang Diandra yakini itu adalah air.
"Ini airnya. Tapi bukan air bersih. Ini air sungai. Jadi, pakai aja buat sementara." Ucapnya meletakkan ember didepan kaki Diandra.
Diandra tersenyum lalu membasuh kakinya dengan air itu. Meski tidak sepenuhnya bersih, setidaknya lumpurnya udah hilang.
"Yang lain gimana?" Tanya Diandra memikirkan Odello, Aji dan 2 teman mereka lainnya.
"Mereka sudah terbiasa dan bisa nyari sendiri." Jawab Satria tegas, paham apa yang dimaksud Diandra.
Lagi-lagi Diandra hanya tersenyum. Karena jujur dia bingung mau berbuat apa. Bibirnya serasa kaku untuk hanya sekedar bertanya apa kabar. Entah terlalu lama tak bersua atau memang masih menahan rasa yang ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Tangan [Sequel - END]
Ficção Adolescente[Sequel of Diandra & Satria] Ketika takdir sudah berkata tentang kita. --- Ketika jarak menjadi penengah antara Diandra dan Satria. Saat mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri. Diandra sibuk dengan kuliah pendidikannya. Satria sibuk deng...