38 - Insiden

185 9 1
                                    

"Huh...." Riani berhenti dan merukukkan badannya.

Diandra melirik Riani yang penuh peluh, begitupun juga dirinya. Dirinya saja berkeringat apalagi Riani yang memapah.

"Istirahat dulu aja Ri, capek pasti." Ucap Diandra memengang bahu Riani yang tengah rukuk.

"Kok capek banget ya gue. Padahal enggak lari." Keluh Riani mengembalikan badannya tegak.

"Yaiya capek, jalan sendiri aja jauh dan capek, ini lo mapah gue. Ya tambah capek." Jawab Diandra. "Udah lo duduk aja dulu, istirahat. Baraknya juga enggak bakal pindah." Lanjut Diandra.

Riani melihat sekelilingnya, mereka di tengah hutan.

"Udah, kayak baru tinggal di hutan aja."

Riani mengangguk, dan akhirnya duduk di sebelah Diandra.

"Di." panggil Riani lirih.

Diandra menoleh, menautkan kedua alisnya isyarat 'apa'

"Perasaan lo sama Satria sekarang gimana sih?"

"Maksud lo?"

Riani tampak sungkan, meskipun Diandra itu sahabatnya. Riani juga memiliki rasa sungkan, takut kalau ucapannya itu membuat Diandra risih. "Gimana ya Di, bingung gue."

"Lah... lo kenapa coba. Santai aja sama gue."

"Lo tau dokter cantik itu?" Tanya Riani.

Diandra mengangguk, "namanya Jovita."

"Gue rasa itu dokter suka sama Satria,"

Diandra menggidikkan bahu,

"Tuh kan, perasaan lo itu sebenarnya gimana sama Satria? Jujur deh. Lo tinggal cerita aja sama gue susah banget, kalau lo cerita kan gue enggak bakal tanya lagi. Emang lo mau gue hantuin setiap hari sama pertanyaan itu?"

"Lebay." protes Diandra. "Jujur nih ya, gue juga bingung sama perasaan gue."

"Maksudnya?"

"Kan lo tau sendiri alasan gue putus sama Satria dulu. Nah, sebenarnya gue enggak beneran minta putus. Lo tau sendiri kan hampir semua cewek suka menggertak pacarnya. Sekarang gue menyesal pakai banget. Gue salah udah ngegertak Satria pakai cara kayak gitu."

"Lo sih! Udah tau Satria tipe orang yang serius dan enggak suka basa-basi masih aja lo gituin."

"Lo enggak ngerasain sih apa yang gue rasain waktu itu. Dari yang dulu tiap hari ketemu terus berbulan-bulan gak ketemu."

Riani menautkan alisnya, "terus intinya? Lo masih suka sama Satria apa enggak?"

Diandra mengangguk.

"Ya udahlah, bilang aja langsung sama dia."

"Udah gila ya lo?"

Riani menggeleng, "yaudah lanjut, biat cepat rebahan kita."

"Udah gak capek?"

"Sekalian capeknya," Riani berdiri memegang tangan Diandra dan melanjutkan perjalanan mereka.

Saat diperjalanan, Diandra dan Riani melihat sosok Satria yang berjalan bersama Odello dari arah kanan mereka.

"Itu Diandra bukan sama Riani?" Tanya Odello menyipitkan mata kepada Satria yang sibuk memainkan dedaunan yang dia petik dari dahannya.

"Kayaknya iya, Diandra kenapa jalannya gitu?" Balas Satria langsung fokus kepada Diandra dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Odello menggidikkan bahu sebagai tanda tidak tahu. "Riani... Diandra..." teriak Odello tanpa menunggu persetujuan dari Satria bingung dengan apa yang terjadi pada Diandra.

"Kayak ada yang manggil kita ya?" Tanya Diandra melirik Riani.

Riani menoleh ke belakang. Tidak ada siapa-siapa. Kemudian melanjutkan kembali perjalanannya.

"Dipanggil bukannya berhenti malah lanjut." Gerutu Odello. "Ya udah samper!" Ajak Odello di angguki oleh Satria yang mengekor dibelakangnya. "Dipanggil malah jalan terus." Ucap Odello saat jarak dirinya dan Satria semakin dekat dengan Riani dan Diandra.

Riani dan Diandra spontan menoleh, "oh.. ternyata kalian. Gue kira siapa." Ucap Riani.

Odello mengangguk, "lo kenapa Di?" Tanya Odello melirik Diandra dari bawah.

"Oh ini, tadi kepleset disana. Terus kaki gue sakit."

"Keseleo kayaknya menurut gue." Sahut Riani.

"Sat." Odello melirik Satria yang tampak tidak peduli. Tapi sebenarnya Odello tau kalau Satria sebenarnya khawatir dengan Diandra. Tapi mengingat ucapan Diandra lalu membuat dia berpikir dua kali untuk tetap perhatian kepada Diandra.

Satria mengangkat alisnya. "Jadi cowok harus peka, terlebih lagi kayak kita." Jawaban Odello semakin membuat geram Satria.

"Riani... ikut bentar." Ajak Odello membuat Riani mengangguk paham sekaligus tatapan kaget dari Diandra.

"Mau kemana kalian? Gue?" Tanya Diandra bingung menunjuk dirinya sendiri. Pikirnya, pasti Riani dan Odello sengaja meninggalkan dia dan Satria.

"Kan ada Danton, iya kan?" Tanya Odello dengan alis yang naik turun. "Ayo!" Ajaknya kepada Riani tanpa menunggu jawaban dari Satria.

Riani melambaikan tangannya kepada Diandra. Diandra menatapnya kesal. Awas aja lo!

"Sini." ucap Satria dingin dengan rasa khawatir yang mencoba dia tahan.

Tanpa ba-bi-bu, Satria sudah meletakkan lengan Diandra dileher dan melingkarkan tangannya dipinggang Diandra.

"Bentar... tangan gue pegel." Beberapa saat kemudian Diandra melepaskan tangannya dari Satria. "Lo tinggi, gak seimbang sama gue. Capek." Protesnya mendapat tatapan bingung dari Satria saat dirinya melepas pegangan.

Satria menghela napasnya. Kemudian menurunkan badannya didepan Diandra.

Diandra mengerutkan keningnya.

"Ayo naik!" Suruh Satria.

Diandra masih diam. Menatap punggung Satria.

"Udah ayo." aksa Satria sedikit menarik tangan kanan Diandra.

Meski terpaksa, Diandra tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya saat mendapat perhatian dari Satria. Rasanya ada ribuan bunga yang bermekaran di dalam hati Diandra, merasakan perhatian Satria yang sudah lama dia rindukan.

Dengan berjalan sewajarnya membuat Diandra dan Satria tidak sadar kalau mereka sudah berada di lingkungan barak. Dapat di lihat dari kejauhan kalau Riani sedang berbicara oleh seorang perempuan yang Diandra yakini adalah Jovita karena terlihat menggunakan jas berwarna putih sebagai ciri khas seorang dokter.

"Nah itu mereka." ucap Riani menoleh kearah Diandra dan Satria di ikuti oleh Jovita.

"Ada lo Vit, ada apa?" Tanya Satria langsung sambil membungkukkan badannya untuk mempermudah Diandra turun.

"Kamu kenapa?" Tanya Jovita fokus kepada Diandra yang berjalan sembari di bantu Riani.

"Oh ini...." Diandra melirik kakinya, "tadi kepleset waktu jalan, keseleo kayaknya." Lanjutnya tersenyum canggung.

"Yaudah, aku obatin dulu di dalam. Oh iya Sat, nanti antar aku ke rumah sakit." Pesannya kepada Satria sebelum ikut Diandra dan Riani masuk kedalam barak.

Diandra sempat melirik Jovita dengan sudut matanya saat dia membantu berjalan bersama Riani. Ternyata Jovita memang baik dan perhatian. Manis juga orangnya. Tidak seperti bayangan Diandra yang beranggapan kalau Jovita itu orangnya penyimpan dendam seperti yang ada di sinetron. Kebanyakan orang yang suka sama pacar orang suka berbuat seenak jidat sama pacarnya sekarang. Aish... sudahlah. Pikiran Diandra masih saja terpengaruhi oleh dunia setting an. Dunia penuh akan kebohongan. Lagian Satria juga bukan pacarnya.

Jumat, 15 Mei 2020






♡♡
♡♡♡

To Be Continue

Garis Tangan [Sequel - END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang