Seminggu sudah waktu berjalan dan seminggu itu pula Diandra menunggu permintaan maaf dari Satria yang tak kunjung datang. Hampir tiap hari dia melihat Satria seperti biasa-biasa saja, tak ada rasa bersalah, malah terlihat semakin dekat dengan Jovita. Entah kenapa akhir-akhir ini semesta mendukung mereka berdua untuk selalu kerja sama. Dalam seminggu ini hampir tiap hari Satria dan Jovita pergi ke rumah sakit, entah untuk mengantar penduduk yang sakit atau mengambil obat.
"Ini." Riani memberikan selembar kertas lusuh kepada Diandra.
Diandra menaikkan kedua alisnya. "Dari siapa?"
Riani menggidikkan bahu, "yang ngasih Odello."
Diandra mengangguk, membuka kertas itu.
Besok pagi aku tunggu di depan.
Sebuah pesan singkat tapi berhasil membuat Diandra kepikiran. Apa Satria yang mengirim pesan itu.
Riani mengambil alih kertasnya untuk dia baca.
"Kira-kira siapa?" Pikir Diandra melihat Riani yang mengembalikan kertas itu kembali ketangannya.
Riani menatap Diandra malas, "ya Satria lah, siapa lagi. Emang lo punya pacar disini?" Geram Riani.
Diandra mengangguk, "ngapain kira-kira?"
"Daripada lo bingung, mending sekarang lo tidur. Besok pagi cepat bangun buat jalan sama Satria." Ucap Riani tidur disebelah Diandra yang masih berkutik dengan pikirannya sendiri karena ulah Satria yang tak pernah ketebak.
Diandra melirik Riani yang terpejam, lalu ikut tidur disebelahnya. Daripada memikirkan hal yang bisa saja tidak terjadi, lebih baik tidur.
-
Sesuai isi kertas kemarin, hari ini Diandra sudah berdiri di depan barak. Berniat untuk pergi ke tempat depan sesuai dengan perintah kertas itu. Benar saja dugaan Riani, ternyata yang menunggu Diandra didepan adalah Satria jadi kertas kemarin emang dari Satria.
"Ehem...." Diandra berdehem membuat Satria menoleh kearahnya dan tersenyum. "Ada apa?" Tanya Diandra mengerutkan kening.
Satria tersenyum, "aku mau ganti kesalahanku minggu lalu."
"Salah apa? Kayaknya enggak ada."
Satria menghela napasnya, emang bener ya cewek tuh egonya besar. "Ada, pas kita mau pergi tapi gak jadi."
Diandra nampak mengangguk-anggukan kepalanya. "Oh masalah itu, udah lupain aja."
Satria mengerutkan keningnya bingung, tanggapan yang diberikan Diandra tisak sesuai dengan apa yang semalam dia bayangkan. Semalam dia bayangkan kalau Diandra akan bersenang hati menerima ajakan Satria, tapi nyatanya sekarang Diandra cuek-cuek aja. "Ayo naik." Satria menarik tangan Diandra agar masuk kedalam mobil. Kemudian diikutinya yang masuk kedalam mobil dan duduk di kursi kemudi. Satria melihat Diandra yang memegang tali seatbelt tak segera memasangnya. "Kenapa enggak di pasang?"
Diandra menoleh dan dengan cepat memasang seatbelt ke pengaitnya. "Enggak apa-apa, cuma takut aja nanti ada Bu Dokter tiba-tiba datang."
Satria tersenyum tipis, "siapa emang? Terus emang kenapa?"
"Ya itu Jovita, emang enggak ada apa-apa. Cuma enggak suka aja sama orang yang sering ngebuat rencana orang gagal."
Satria melirik Diandra lalu mengambil alih tali seatbelt nya. "Aku hari ini enggak ingin bahas apa-apa kecuali kita." Bisik Satria ditelinga kanan Diandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Tangan [Sequel - END]
Fiksi Remaja[Sequel of Diandra & Satria] Ketika takdir sudah berkata tentang kita. --- Ketika jarak menjadi penengah antara Diandra dan Satria. Saat mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri. Diandra sibuk dengan kuliah pendidikannya. Satria sibuk deng...