Gadis yang semalam telah resmi menjadi wanita itu, melangkah dengan pelan sepanjang lorong koridor apartemen menuju kamarnya. Rasa sakit dan perih masih ia rasakan saat menggerakkan kaki untuk melangkah, sesekali ringisan kecil keluar dari bibirnya. Setelah menekan angka yang menjadi password apartemennya, Jisoo memasuki pintu apartemen yang sudah terbuka.
Sudah ia putuskan, hari ini ia akan mengistirahatkan tubuhnya yang terasa sangat letih ini. Setelah tubuhnya mulai membaik, ia akan menghubungi nomor ponsel pria yang baru mengantarkannya pulang tadi. Tentu saja untuk membicarakan tentang kejadian semalam. Ia butuh istirahat sebelum membahasnya dengan pria itu.
#####
"Sehun, kau sudah pulang? Aku mengkhawatirkanmu semalaman."
Irene tak bisa menyembunyikan nada lega dari suaranya. Ekspresi lega sekaligus khawatir jelas tergambar di wajah cantiknya begitu mendapati sang suami kini membuka pintu rumah mereka. Sehun melemparkan senyum lembutnya pada sang istri.
"Maaf, semalam ada pekerjaan mendadak yang harus kukerjakan," katanya sambil mengelus rambut Irene.
"Setidaknya kau hubungi aku dulu. Kau tak tau betapa khawatirnya aku saat kau tak menerima panggilanku," protesnya pada sang suami.
"Kau menungguku?" tanya Sehun basa-basi, padahal ia sudah tau dengan pasti jawabannya.
"Tentu saja," jawab Irene.
Sehun menarik lembut lengan istrinya untuk mendekap tubuh Irene. Menempatkan kepala Irene pada dada bidangnya, mengelus surai hitam istrinya dengan lembut.
"Aku terlalu sibuk sampai lupa mengabarimu. Maafkan aku," ucapnya penuh penyesalan.
"Hem, Aku mengerti" Irene menganggukkan kepala. Ia tau, suaminya pasti sangat sibuk, sampai lupa memberinya kabar. Irene sangat memahaminya. Wanita itu memejamkan mata, menikmati dekapan hangat Sehun yang begitu nyaman.
"Aku akan kembali ke kantor."
"Sekarang?" tanya Irene sedikit tak rela.
"Ya." Jawaban yang begitu singkat.
"Kau tak mandi atau sarapan dulu?" tawarnya, kentara sekali wanita itu masih ingin bersama suaminya.
"Sudah." Sehun melepaskan dekapannya, dan Irene harus menelan kekecewaan atas jawaban suaminya.
Ada perasaan tak rela dalam diri Irene, saat Sehun melepaskan pelukan mereka. Berada dalam pelukan Sehun adalah hal teraman baginya. Ia merasa tenang saat Sehun membiarkannya memeluk tubuh pria itu atau saat Sehun sendiri yang memeluk tubuhnya.
"Aku berangkat." pria itu membalikkan tubuhnya dan mulai melangkah ke arah pintu.
"Sehun!" panggil Irene saat Sehun baru beberapa langkah menjauh.
Sehun menoleh, mengangkat alis kirinya memberi kode agar Irene melanjutkan perkataannya.
"Aku mencintaimu," ujar Irene sambil tersenyum lembut.
Sehun mengangguk pelan mendengarnya. "Terimakasih," jawabnya lalu kembali melangkah ke luar rumah.
Setelah bayangan suaminya menghilang di balik pintu, Irene melangkah mundur, menyandarkan punggungnya pada dinding di belakangnya. Wanita itu menggigit bibir bawah, matanya memanas sering rasa kecewa yang mulai menguasai hati atas jawaban Sehun.
Berharap apa aku ini? batinnya lirih.
Seharusnya ia sadar diri, Sehun terlalu sempurna untuk bisa mencintainya juga. Sehun mau menerimanya saja seharusnya itu sudah cukup untuk dirinya. Selama ini Sehun telah memperlakukan dirinya dengan sangat—teramat—baik, seharusnya ia bisa membalas kebaikan Sehun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Innocent Affair✓
Fanfiction"Katanya, bila kau mencintai dua orang wanita. Pilihlah yang kedua, karena kau tak 'kan mencintai yang kedua bila kau mencintai yang pertama. Lalu aku yang nomer berapa, Sehun?" "..." "Ah ... jadi benar kau sudah mulai mencintai istrimu, ya?" "..." ...