"Jadi, Sehun, sekarang kita sudah berteman." Jisoo melepaskan jabat tangan mereka.
Sehun tersenyum tipis. "Sudah seperti pembelian tanah saja," celutuknya sambil geleng-geleng kepala.
Jisoo hanya mengedikkan bahu. Gadis itu kembali pada posisi semula. duduk di samping Sehun menatap lautan. Ia kembali tersenyum, kali ini senyum lembut yang tersungging di bibir saat menatap lautan yang begitu indah.
"Kau tak kedinginan?" Sehun menolehkan kepala pada Jisoo. Matanya menatap lekat gadis itu yang masih tersenyum dengan indahnya.
Jisoo mengusap kulit lengan yang terkena sapuan angin malam, dingin. "Sedikit," cicitnya sambil mendekap tubuhnya sendiri. Ia baru merasa kedinginan.
"Sayang sekali aku tak membawa jaket atau mantel," ucap Sehun dengan penuh sesal.
"Tak apa, salahku yang tiba-tiba mengajakmu ke pantai tengah malam begini." Jisoo balas menatap Sehun dengan senyum khasnya.
"Kemari." Sehun menepuk pasir di depannya.
Jisoo mengerutkan kening. Gadis itu memiringkan kepala. Tak mengerti dengan isyarat yang Sehun berikan. Sehun yang mengerti bahwa Jisoo tak menangkap aba-aba darinya pun, menarik lengan Jisoo pelan untuk mendekat. Jisoo hanya menurut.
Sehun menekuk ke atas kedua lutut, lalu menempatkan Jisoo di celah kedua kakinya dan menyandarkan punggung Jisoo pada dada bidangnya, menyampirkan rambut kepang Jisoo ke samping.
"Dengan begini kau hangat 'kan."
Pipi Jisoo memerah, entah kenapa posisi ini terasa ambigu baginya. Ia menggeliat tak nyaman.
"Tidak, tidak perlu aku—"
"Kau baru saja sakit hati, apa kau juga ingin tubuhmu sakit?"
Gadis itu menggeleng cepat.
"Kalau begitu, diamlah," putus Sehun.
Akhirnya Jisoo mengalah, ia menempatkan diri senyaman mungkin. Mereka sama-sama diam menatap hamparan laut yang sudah beberapa menit mereka pandangi.
"Pantai." Jisoo membuka mulutnya. "Aku begitu menyukai pantai, melihat hamparan air yang begitu luas sangat menenangkan bagiku. Melihat deburan ombak selalu membuatku kagum. Aku suka saat telapak kakiku menyentuh butiran pasir putih. Aku memiliki mimpi, suatu hari nanti aku akan memiliki rumah di pinggir pantai, kamarku memiliki jendela besar yang terbuat dari kaca, saat aku akan terlelap, aku akan melihat lautan, saat aku bangun di pagi hari aku akan melihat lautan. Sungguh aku tak pernah merasa bosan melihat lautan." senyum tulus mengembang di bibirnya.
Sehun hanya diam mendengarkan.
"Dan saat suasana hatiku kacau seperti ini, hanya pantai tempat yang paling ingin aku kunjungi." Jisoo menolehkan kepala ke belakang, tatapan mata mereka bertemu, wajah mereka sangat berdekatan. Napas hangat Sehun menerpa wajah Jisoo, begitupun sebaliknya. Hidung mancung mereka hampir bersentuhan. Dalam hati mereka sama-sama mengagumi dan memuji pahatan sempurna di hadapan mereka.
"Aku sakit hati Sehun, aku begitu memujanya tapi dia selalu menyakitiku. Malam ini, disaksikan oleh hamparan pasir putih, luasnya lautan, dan deburan ombak yang menjadi kesukaanku. Aku berjanji, malam ini menjadi malam terakhir namanya ada di hatiku. Tidak ada lagi Lee Taeyong di hati Kim Jisoo." bibir Jisoo bergetar, bulir-bulir air mata pun mengenang di pelupuk mata, bersiap untuk terjun bebas membasahi pipi.
Tangan kanan Sehun terangkat, telapak tangannya menutup kelopak mata Jisoo yang berkaca-kaca
"Menangislah. Biarkan air matamu bersatu dengan lautan. Anggap saja tak ada yang melihatmu menangis, tidak aku, atau dirimu sendiri," bisiknya
Detik berikutnya isakan Jisoo memecah sunyi di tengah malam. Ia menangis sekuat yang ia bisa. Menumpahkan semua sakit hati melalui tangisan. Tangan kiri Sehun menahan pinggang Jisoo saat tubuh gadis itu terguncang seiring isakannya yang semakin menjadi.
Kau begitu mencintainya Jisoo.
Sehun turut memejamkan mata. Ia dapat merasakan derasnya air mata gadis ini yang membasahi telapak tangan. Ia dapat merasakan seberapa besar cinta gadis ini melalui air mata yang Jisoo keluarkan. Ada perasaan asing yang menyelinap dalam hati.
Perasaan kasihankah?
Kasihan melihat kerapuhan gadis ini yang begitu terluka hanya karena rasa cinta yang menurut Sehun adalah kebodohan.
Tidak, tidak, ini lebih dari rasa itu. Ini bukan sekedar perasaan kasihan.
Perasaan iri?
Iri kepada orang yang begitu dicinta oleh Jisoo sampai sedalam ini? Entahlah, lagipula untuk apa Sehun iri?
#####
Jam setengah empat dini hari mobil yang ditumpangi mereka memasuki pelataran rumah yang sudah tiga hari mereka tempati. Rasa lelah dan penat baru mereka rasakan saat memasuki rumah. Jisoo menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada Sehun yang sudah membuka pintu kamar pria itu.
"Terimakasih Sehun," ujarnya dari tengah tangga.
Perasaannya sudah lebih baik sekarang, hatinya yang semula kacau sudah mulai tenang saat melihat lautan, dan ini semua berkat Sehun yang sudah mau berbaik hati mengantarkan gadis asing sepertinya ke pantai di jam yang tak seharusnya.
Sehun hanya melemparkan senyum tipis. Tubuhnya benar-benar letih saat ini, ia ingin segera istirahat. Melihat itu, Jisoo segera berbalik dan melanjutkan langkah ke arah kamarnya.
#####
Jisoo menutup dan mengunci pintu kamarnya. Gadis itu melemparkan heels yang ia kenakan. Langkahnya mengarah pada cermin besar di meja riasnya. Matanya menatap tampilannya dari atas ke bawah
Menyedihkan. Satu kata yang tergambar dari sosok dibdalam cermin sana. Ia menyentuh kepangan rambutnya, melepasnya dengan perlahan. Membiarkan rambutnya terurai berantakan.
Setelah puas melihat bayangan dirinya sendiri. Gadis itu kembali melangkah ke arah laci di samping ranjang. Ia meraih gunting yang tersimpan dalam laci. Menatap gunting yang berkilat di tangannya.
Ia kembali melangkah, kali ini ke arah kamar mandi. Menyalakan kran memenuhi bak mandi, dan menceburkan tubuhnya tanpa melepas pakaian yang ia kenakan.
"Tidak akan ada lagi Kim Jisoo yang menyedihkan," lirihnya sambil memainkan gunting di tangannya.
#####
Wanita itu duduk bersandar pada dashboard ranjangnya sambil memeluk lututnya. Keringat dingin membanjiri tubuh. Napasnya memburu. "Mim-mimpi apa itu?" Bibir dan tubuhnya gemetar.
Ia baru saja mimipi buruk, bermimpi suaminya bersama wanita lain.
"Sehun tak 'kan pernah mengkhianatiku. Suamiku tak 'kan selingkuh. Ini hanya Mimpi. Mimpi," ucapnya untuk mengusir bayangan mimpinya yang begitu menakutkan.
Irene mengulurkan tangan meraih gelas yang berisi air putih di nakas samping ranjang. Ia meminum air itu dengan tergesa-gesa untuk menenangkan diri yang sedikit kalut dengan mimpi buruknya. Ia harus percaya Sehun tak akan selingkuh.
........

KAMU SEDANG MEMBACA
Innocent Affair✓
Fanfic"Katanya, bila kau mencintai dua orang wanita. Pilihlah yang kedua, karena kau tak 'kan mencintai yang kedua bila kau mencintai yang pertama. Lalu aku yang nomer berapa, Sehun?" "..." "Ah ... jadi benar kau sudah mulai mencintai istrimu, ya?" "..." ...