Twelve

2.9K 427 76
                                    

Irene membuka kelopak mata, menampilkan kedua manik indahnya. Senyum bahagia langsung merekah di bibir tatkala melirik kearah samping. Suaminya ada di sana, terlelap dengan damai seperti biasanya. Senyum tak kunjung luntur dari bibir mengingat kemarin, seharian penuh suaminya ada di sampingnya—memanjakannya. Lalu malam hari mereka makan malam romantis di restoran ternama. Itu membahagiakan. Sehun begitu manis semalam, mengingatnya membuat Irene berdebar senang.

Wanita itu membalikkan badan menyamping, menghadap ke arah suaminya. Tangannya terulur menyentuh rahang kokoh sang suami, matanya menatap bibir tipis Sehun. Satu kecupan ia daratkan diatas bibir suaminya.

Sehun mengerjapkan mata saat merasakan sentuhan benda lembut di bibir, perlahan ia membuka kelopak mata.

"Pagi, Sehun," sapa Irene.

Wajah cantik istrinya yang dihiasi senyum manis menyambut Sehun saat pertama kali membuka mata. Tanpa menjawab sapaan sang istri, tangannya terulur meraih jemari istrinya, menyatukan jari-jari tangan mereka dan mengecup punggung tangan Irene.

Hal sederhana, tapi mampu membuat Irene merona.









Sarapan bersama sang suami, hal yang sudah absen selama empat hari ini. Namun, sekarang suaminya sudah kembali duduk di hadapannya, menemaninya menyantap makanan yang menjadi menu sarapan mereka di pagi hari.

"Irene." Sehun memanggil. Namun, masih fokus pada makanannya.

"Ya?"

Sehun melirik istrinya, sebelum berucap ia sempatkan untuk mengulas senyum untuk sang istri. "Mama mengundang kita makan malam di kediamannya."

Pergerakan Irene terhenti, senyum yang semula tak pernah luntur dari kemarin hilang seketika. Matanya menerawang entah ke mana, sama seperti pikirannya yang sudah ke mana-mana.

Cemas.

Gugup.

Gelisah.

Segera menghampiri, yang disebabkan oleh satu hal; takut.

Irene takut. Setiap berhadapan dengan mertuanya, ia selalu merasa ... rendah diri.

Usapan lembut ia rasakan pada bahu, menyadarkan dari lamunannya. ia menoleh.

"Jangan takut, ada aku." hanya kalimat itu yang selalu menjadi penawar rasa takut Irene selama ini.

"Terimakasih." ia paksakan untuk tersenyum, meskipun hanya senyum yang terkesan kaku.

Sehun membersihkan bibir dengan tisu, sarapannya telah selesai. "Aku berangkat kerja."

Irene mengangguk; Sehun mengusap puncak kepalanya sebelum melenggang pergi dari hadapannya.

Wanita itu menghela nafas kecewa saat Sehun hanya mengusap puncak kepala tanpa adanya kecupan.

Ah berharap apa aku ini?

Ia menggelengkan kepala mengusir perasaan kecewa yang bercokol dalam dada. Begini saja sudah cukup.




#####




Sehun menatap sinis ketiga rekan kerjanya yang sayang sekali adalah sahabatnya. Ooh, ayolah ini masih jam kerja, dan mereka sudah duduk manis di sofa panjang yang tersedia di ruangannya, dengan sebatang rokok di sela jari-jari mereka.

"Aku cinta kebersihan, kalau kalian lupa," sindirnya pada ketiga rekannya.

"Ayolah Sehun, kami hanya sekedar menikmati hidup." Chanyeol menanggapi.

"Tak sepertimu yang hidupnya monoton," sambung Jongin sambil menghembuskan asap rokok.

Sehun memutar bola mata lalu kembali berkutat dengan laptop di depannya, mencoba tak peduli dengan keberadaan mereka.

Innocent Affair✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang