#####
Taeyong mengetuk-ngetukkan jari telunjuk pada layar ponsel. Ia menyeruput pelan kopi yang ia pesan dengan pandangan masih setia menatap ponselnya. Siang ini ia tengah berada di cafe dekat apartemen tempatnya tinggal, berniat menghilangkan rasa bosannya di tempat ini. Ia tak ingin mengakui, tapi sayangnya ia mulai merasakan kekosongan yang hampa dalam hatinya. Beberapa hari ini, diam-diam dirinya mulai berharap kembalinya eksistensi gadis pengganggunya itu dalam hari-harinya.
Sialan, ia memaki dirinya sendiri yang sepertinya sudah mulai menjilat ludahnya sendiri
Mau tak mau ia harus mengakui hal memalukan ini, ia harus mengakui bahwa ia mulai merindukan Jisoo. Ia rindu saat Jisoo merecoki pagi harinya, memaksanya sarapan bersama, memaksanya berkencan, menerornya melalui panggilan dan pesan pada ponselnya, merindukan tingkah bodoh gadis itu yang selalu berusaha menarik perhatiannya, merindukan-ah, sialannya ia merindukan segalanya tentang gadis itu. Ini benar-benar memalukan, sangat memalukan, sungguh memalukan! Taeyong benci fakta ini, fakta bahwa dirinya merindukan sosok Jisoo yang sudah dengan susah payah ia singkirkan.
Mulanya ia pikir Jisoo hanya menjauhinya sebentar saja, seperti yang sebelum-sebelumnya. Taeyong, dengan percaya diri berpikir, Jisoo pasti akan kembali padanya. Tapi sial yang kesekian kalinya, ini sudah lebih dari tiga hari, biasanya, tiga hari adalah waktu terlama gadis itu tak menemuinya dan ini sudah lebih dari biasanya.
Apa Jisoo sungguh-sungguh berhenti mengejarnya?
Sefatal itukah kesalahannya kali ini?
Ada yang lebih sial dari semua itu yaitu, ia mulai tak berselera untuk bersenang-senang dengan gadis lain akhir-akhir ini. Setiap melihat wajah teman kencannya, bayangan wajah Jisoo yang menatapnya dengan pandangan sendu dan terluka selalu mengganggu otaknya.
Ini benar-benar sialan, ia harus mencari hiburan secepatnya, untuk mengalihkan pikirannya tentang gadis pengganggu itu. Ia tak rela bila Jisoo tau ia mulai memikirkan gadis itu.
Suara lonceng tanda seseorang memasuki cafe terdengar, Taeyong mengalihkan pandangan ke arah pintu cafe dengan tak minat, sebelum matanya terbelalak melihat seseorang yang baru saja memasuki cafe.
Ooh, sungguh! Selama hidupnya, tak pernah Taeyong melihat sosok seindah itu. Seorang wanita dengan dress putih sederhana tanpa lengan dengan panjang setengah paha, memperlihatkan kulitnya yang terlihat begitu berkilau, wajah yang tak cukup dijelaskan dengan kata cantik. Gerakan anggun wanita berambut panjang itu terasa membius Taeyong, bagaimana wanita itu melangkah dan akhirnya mendudukkan diri di salah satu kursi tak jauh darinya. Taeyong terpesona.
Satu sudut bibirnya terangkat, wanita yang menarik.
Ah, sepertinya ia telah menemukan pengalihan pikiran yang tepat dari Jisoo. Tanpa pikir panjang ia segera mendekati wanita itu.
"Boleh aku duduk di sini, Nona?"
Suara berat khas pria mengalihkannya dari ponselnya, ia tatap pria di depannya dengan kening berkerut. Ia rasa, ia tak mengenal pria ini. Ia edarkan pandanga ke seluruh penjuru cafe tempatnya singgah untuk makan siang hari ini, banyak kursi yang kosong, lalu kenapa pria ini ....
"Silahkan," katanya dengan senyum sopan, tak sopan rasanya bila menolak .
"Terimakasih." Pria itu tersenyum, sebelum mendudukkan diri di depan wanita cantik incarannya.
"Lee Taeyong, boleh aku tau namamu, Nona?" Ia lemparkan senyum memikat andalannya yang selalu berhasil menjerat para wanita.
"Bae Irene-ah, tapi saat ini sudah berganti menjadi Oh Irene," jawabnya dengan suara lembutnya dan senyum yang sangat menawan. Ia harap pria di depannya menyingkir dan mengerti posisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Innocent Affair✓
Fanfiction"Katanya, bila kau mencintai dua orang wanita. Pilihlah yang kedua, karena kau tak 'kan mencintai yang kedua bila kau mencintai yang pertama. Lalu aku yang nomer berapa, Sehun?" "..." "Ah ... jadi benar kau sudah mulai mencintai istrimu, ya?" "..." ...