12. BIBIT PERASAAN

5.2K 352 1
                                    

_____

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_____

"Je, bagaimana perubahan mereka? Apa sudah terlihat?"

Zetta sudah berdiri tegap dihadapan pak Adit, siap menjawab segala pertanyaan seputar gengnya Araga.
"Lumayan, Pak. Mereka udah terlihat jarang tawuran lagi."

Pak Adit tersenyum puas setelah mendengar itu. "Akhirnya setelah sekian lama, kamu bisa ubah mereka juga. Makasih, ya, Zetta. Bapak nggak sia sia menunjuk kamu untuk mengurus hal ini."

Zetta tersenyum kecut penuh keterpaksaan. Wajar saja, Zetta mengorbankan waktu, batinnya, dan segala macam hanya untuk mengurus sesuatu yang sama sekali tidak memberikannya keuntungan.

"Pak.." panggil Zetta.

"Iya?"

"Setiap saya mau bayar keperluan sekolah, kenapa selalu bapak tolak? Saya masih bisa cari duit kok, Pak. Bapak nggak perlu merasa kasihan sama saya. Saya diberi tulang yang kuat sama Allah buat tetep kerja. Jadi tolong, Pak, jangan bedakan saya dengan yang lain," cicit Zetta dengan aura gelisah.

Rasanya pikiran Zetta terus berkecamuk tiap kali pak Adit berusaha untuk menolak uang yang Zetta berikan. Ini penambah juga beban pikirannya.

Pak Adit mendengus. "Kamu nggak perlu khawatir, Zetta. Tidak ada yang dibedakan, kok," terang pak Adit dengan tenang.

Zetta mengeluarkan uang dari sakunya yang sudah ia persiapkan memang untuk ini. "Ini, Pak. Untuk sumbangan gedung yang mau di bangun," Zetta menyodorkannya pada pak Adit.

Sementara sang guru menatapnya setengah hati. "Tidak perlu, Je—"

"Ambil, Pak!" gelak Zetta cepat cepat. Kali ini, Zetta memang ikhlas mau beramal. Zetta juga nggak suka dipandang dengan sebersit rasa kasihan seperti ini, membutnya terlihat lemah saja.

Pak Adit tertohok. Beliau kemudian lantas mengambilnya dengan sedikit ragu

***

Zetta menatap jajaran foto Araga sewaktu kecil, menyenangkan melihat ia menjadi anak yang tampan walau nakal luar biasa.

"Araga, kalo gue jatuh cinta sama lo, salah gak?" Zetta larut dalam lamunannya ,jari lentiknya menangkap wajah tampan Araga yang ada di bingkai foto.

Sementara sang pemilik kamar sedang keluar ada urusan.

Tok..tok..tok..

Seseorang tiba-tiba membuka pintu secara mendadak. Lamunan Zetta seketika buyar, ia sontak menoleh, dan mendapati Araga dengan nafas terengah engah sudah berdiri di ambang pintu sana. Jantung Zetta bergemuruh, apakah Araga mendengar gumamannya barusan? Tolong… ini benar benar memalukan.

"Araga?"

"Ambilin hp gue di meja," ungkap Araga dengan nada berat.

Zetta berusaha menetralkan degupan jantungnya. "Lo—sejak kapan lo masuk?" tanya Zetta gemeteran.

ZERAGA (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang