Us "17"

1K 116 10
                                    

"Jadi maksudnya kamu mau nikahin Jimin bulan depan?"

"Iya kak, tapi Jimin nolak mentah-mentah. Dia maunya tetep di rencana awal." Taehyung mengusak kasar surainya. Terlalu pusing memikirkan masalahnya dengan sang tunangan.

"Ohh, jadi ini yang bikin anak itik itu ngamuk-ngamuk tadi pagi?" Sungwoon tertawa lepas. Menertawakan masalah yang adiknya alami.

"Hah? Jimin ngamuk? Ngamuk gimana kak?"

"Hahaha, santai Tae, santai. Dia cuma banting-banting pintu lemari aja kok. Santai aja." Ucap Sungwoon masih dengan tawanya yang susah terhenti. Taehyung merengut sebal karena calon kakak iparnya ini sepertinya senang sekali. "Udah jangan ngambekan kaya Jimin juga. Kamu juga salah sih, ngomong pas Jimin lagi capek. Udah gitu ngomongnya gak pake penjelasan dulu, asal ngajak nikah aja. Wajar lah dia bete."

Taehyung menghela nafas kasar, ia akui memang ia yang bersalah karena tidak memberi penjelasan pada Jimin mengapa ia meminta agar pernikahan mereka dipercepat. Ia terlanjur emosi ketika Jimin menolak permintaannya mentah-mentah bahkan mengatakan bahwa dirinya egois.

"Kakak bukan belain Jimin karena dia adeknya kakak. Tapi emang kalian sama-sama salah. Coba kamu pikir, Jimin pasti ngerasa nggak dihargain sama kamu. Dia ngerasa kamu gak menghormati permintaannya dia."

Taehyung memandang Sungwoon melas. Tadi pagi saat bercerita dengan Namjoon, ia mendapat nasihat yang sama.

"Gitu ya kak? Aku minta maaf deh. Jadi baiknya gimana nih?"

"Kamu ngomong ke mama sama papa aja. Sekalian ajak bunda, biar dua keluarga paham sama apa yang kamu mau. Dan orang tua kita bisa kasih pengertian ke Jimin. Udah jangan sedih, kakak nggak nyalahin kamu. Jimin juga salah karena bersikap nggak sopan ke kamu. Kakak malah seneng, kamu punya pemikiran yang hebat kaya gitu. Makasih ya, Tae."

.

.

"Papa pulang!" Jimin berlari heboh dari kamarnya ketika mendengar suara sang ayah. Sudah 3 malam ia tak bertemu dengan ayahnya. Ia yang pulang larut malam, tak sempat bertemu sang ayah yang sudah pulas tertidur. Begitupun pagi hari, sang ayah telah berangkat ke kantor. Dan kemarin, ayahnya pergi dinas ke luar kota, bersama sang ibu.

"PAPA, CHIM KANGEN PAPA!!!" Jimin menerjang tubuh tinggi ayahnya. Membuat pria yang mulai memutih rambutnya sedikit oleng. Jimin itu pendek tapi berisi. Tapi memang bungsu keluarga Park ini sedikit tidak tau diri.

"Jimin ih, nanti papa jatoh." Mama Park sudah mulai berseriosa.

"Kan aku kangen papa, ma. Ih mama gak asik." Jimin merengut kepada sang ibu. Kemudian memeluk erat tubuh sang ayah. Bahkan hampir meminta ayahnya untuk menggendong tubuhnya kalau saja sang kakak tidak menginterupsi.

"Minggir minggir, Jiwoo kangen kakeknya." Sungwoon datang dengan membawa Jiwoo, putrinya yang kini menjadi saingan terberat Jimin dalam mendapatkan perhatian kedua orang tuanya.

"Ih apa sih, gue duluan yang peluk papa. Jiwoo nanti malem aja ya, tidur sama kakek sama nenek. Plis, om Jimin udah kangen pake banget sama kakek."

"Lo mah tante bukan om. Mana ada om-om manja gitu sama bapaknya. Idih geli."

"Cocot e, mau gue tampol?" Jimin memasang wajah tengil kepada kakaknya. Memberi pandangan 'ngajak ribut' khas miliknya.

"Udah udah, papa punya semuanya. Punya Chim, punya Uwon, punya mama sama punya Jiwoo juga. Di depan anak kecil gak boleh ngomong kasar gitu ya, dek." Papa Park mengelus pipi putra bungsunya.

"Lah pa, gak punya Jaehwan juga?"

Oke, papa Park melupakan menantunya.

.

Us (It's You, Book 2)Where stories live. Discover now