Bab 3 : Pertemuan

26.6K 1.8K 10
                                    

Waktu menunjukkan pukul 18.50 saat sepasang pria dan wanita tampak datang memasuki kafe dengan desain interior masa kini yang Instagramable. Setiap sudutnya dibuat seunik mungkin guna menarik minat pengunjung untuk bisa menikmati suasana kafe dari segala sisi.

Begitu masuk pelayan pria muda datang menghampiri mereka.

"Selamat malam, untuk berapa orang?" Sambut pelayan ramah.

"Pesanan atas nama Kirana." Jawab sang pria acuh.

"Oh, pak Zaky dan Bu Adelina ya." Balas pelayan tersebut tetap mempertahankan keramahannya. Mengabaikan raut terkejut pasangan di depannya.

"Mari ikut saya." Pinta pelayan itu lalu diikuti oleh Zaky dan Adelina.

Pelayan itu berjalan memasuki ruang yang agak
dalam, hingga sampai di meja yang dipesan Kiran, meja empat kursi yang letaknya sedikit lebih privat dibanding meja di depan.

"Silahkan duduk Bapak dan Ibu, nanti minumannya akan kami antar. Permisi." Pamit pelayan itu meninggalkan mereka yang tiba-tiba terdiam.

Raut cemas tampak di wajah Adelina, ia takut akan diserang Kiran seperti video viral tentang pelakor yang pernah ia tonton. Ia takut kali ini wajahnya ikutan viral gara gara tindakan impulsif nya atas nama cinta.

Zaky yang melihat raut cemas kekasihnya memegang tangan wanita itu. Dia berharap bisa sedikit mengurangi kegugupan wanita itu dan juga kegugupannya sendiri. Yah, tak Zaky pungkiri ia sedang gugup sekarang. Hasil temuan pemeriksaan SPI tadi sore di kantornya membuat pikirannya sangat tidak fokus, rasa cemas, khawatir dan takut juga menghantuinya.

Ancaman turun jabatan akibat banyaknya kelalaian yang berhasil di temukan, dari pengeluaran tanpa adanya nota resmi, pembukuan laporan yang kacau balau dan banyaknya selisih keuangan dari laporan rugi laba di cabang yang dipimpinnya. Membuat hatinya ketar ketir, ditambah terbongkarnya perselingkuhan yang ia tutupi selama setahun belakangan ini.

Ia seperti orang bodoh, tergoda dengan kebahagian semu yang sifatnya sementara mengabaikan kebahagiaan nyata yang ada di depan mata, namun sayangnya sampai saat ini lelaki itu masih belum sadar akan kebodohannya. Zaky menarik dan menghembuskan nafasnya kasar, guna meringankan beban pikirannya.

Kedatangan pelayan yang membawa segelas es jeruk, secangkir kopi exspreso serta dua piring camilan menyadarkan dua orang itu dari lamunannya masing-masing.

"Silahkan dinikmati."

Tanpa menunggu balasan, pelayan yang mengantarkan minuman dan makanan itu pergi meninggalkan mereka. Pelayan yang berbeda dari yang mengantarkan mereka duduk tadi.

Satu dua pengunjung kafe itu mulai berdatangan, suasana kafe yang tadinya sepi perlahan ramai, mulai dari anak remaja, sampai orang dewasa tampak memenuhi sudut meja yang sebelumnya kosong. Suasana ramai itu tetap tampak dari meja yang diduduki Zaky dan Adelina, walau lokasi mereka agak di belakang.

Tuk.. tuk.. tuk..

Suara sepatu yang melangkah mengarah ke meja mereka membuat pasangan itu menengadahkan kepala. Tampak Kiran yang tampil sangat berbeda dari biasanya. Rambut panjang yang biasanya hanya diikat atau dicepol asal dan berantakan itu kini digerai dengan potongan rambut baru dengan sedikit bergelombang di bawahnya, wajah yang biasanya polos kini dilapisi make up natural yang mempertegas kecantikan wajahnya. Ditambah dress kasual lengan pendek selutut berwarna abu kombinasi putih membuat Kiran terlihat sangat menakjubkan.

Entah sejak kapan Zaky mulai tak sadar bahwa ia memiliki istri secantik itu di rumah. Terbiasa melihat Kiran mengenakan pakaian rumahan biasa dan daster membuatnya gampang terlena dengan godaan wajah cantik disekitarnya.

Ah ia memang bodoh, Zaky akhirnya merutuki dirinya sendiri. Tapi sudah terlambat baginya untuk menyesal. Karena pantang bagi Zaky menarik kembali ucapannya. Ia tak ingin di cap Kiran sebagai lelaki plin plan atau tak tetap pendirian. Lagipula Adelina juga tak kalah mempesona di matanya.

Sedang Kiran kini menguatkan hatinya melihat pemandangan romantis di hadapannya, di mana suaminya sedang memegang erat tangan Adelina di atas meja. Rasa sakit hati dan jijik membuatnya muak, ingin rasanya ia menyiramkan minuman di atas meja ke wajah mereka berdua.

'Sabar sabar, kamu kuat, kamu bisa Kiran', tekan batinnya menguatkan.

Kembali topeng wanita tanpa emosi ia lekatkan di wajahnya, topeng yang membantunya menunjukkan bahwa ia baik-baik saja. Yah itulah rencananya, ia ingin memberikan kesan bahwa ia tetap kuat walau mereka menyakitinya, bahkan jika bisa ia ingin membuat Zaky menyesal berselingkuh darinya.

'Menyesal?'

Hah, Kiran tersenyum miris, mungkinkah Zaky menyesal, rasanya tidak. Apalagi setelah melihat kemesraan mereka tepat di depan matanya sendiri seperti ini.

Kiran menatap wajah wanita di samping Zaky, Adelina. Adik tingkatnya dan Zaky saat kuliah dulu, satu tingkat di bawah Kiran dan tiga tingkat di bawah Zaky. Padahal tak sampai setahun Adelina bertemu dengan Zaky saat kuliah, namun itu tetap mampu membuat Adelina menyukai Zaky dulu. Siapa sangka sekarang Adelina berhasil memiliki pria yang di sukai nya dulu, walau harus melalui cara tak bermoral.

Kulit Adelina yang dulu sawo matang kini berubah putih mulus, wajahnya tampak cantik dengan alis rapi hasil sulaman, make up full coverage dan bibir dilapisi lipstik matte merah marun khas make up Indonesia jaman sekarang, membuatnya tampak jauh berbeda di banding  saat kuliah dulu, tubuhnya masih tetap mungil tapi dadanya tampak menjulang berisi. Kiran berdecak, sambil melihat dadanya sekilas.

'Ckk pantas saja', benaknya.

Tampilan Adelina ini menunjukkan bahwa apapun bisa terjadi asal ada uang. Namun Kiran juga tahu besar juga modal yang harus dikeluarkan agar selingkuhan suaminya itu bisa berubah sedrastis ini. Dan mungkin suami bodohnya ini adalah salah satu penyumbang dana, kasihan.

Kiran sampai di depan meja di dampingi pelayan pria yang tadi mengantar Zaky dan Adelina masuk, pelayan pria itu tampak terpana dan tak melepas pandangannya dari Kiran sejak ia memasuki kafe. Pelan pelayan itu mengikuti bahkan menarik kursi di hadapan Zaky, mempersilahkan Kiran duduk.

"Minuman Mbak Kiran sebentar akan saya antar." Ujarnya terus menatap Kiran terpesona.

"Makasih Mas Fian." Balas Kiran dengan senyum manis, membuat pelayan itu salah tingkah sebelum meninggalkan meja mereka.

Kiran tertawa kecil melihat reaksi pelayan itu, mengabaikan tatapan tak suka yang diberikan Zaky kepadanya. Tanpa ia sadari pegangan Zaky di tangan Adelina sudah terlepas dari tadi. Kiran berdehem sejenak sebelum memulai percakapan.

"Maaf saya sengaja datang agak terlambat, buat memastikan kalian benar-benar datang malam ini." Ucap Kiran membuka omongan sambil menatap Adelina dan Zaky bergantian.

Kiran yang duduk di depan Zaky menatap tajam suaminya itu, sebelum berkata.

"Selamat ulang tahun pernikahan yang kelima Zaky, sekali lagi terima kasih atas kado istimewanya."

Dan sontak otak Adelina langsung mengirimkan sinyal waspada saat mendengar ucapan Kiran barusan.

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang